Nukilan.id – Koordinator Fungsi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Dadan Supriyadi, SST, M.Si mengatakan dalam memilih daftar komoditas garis kemiskinan, tentunya berdasarkan penelitian sebelumnya (sejak tahun 1998). Salah satunya adalah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat diberbagai wilayah dan share terhadap pengeluaran cukup besar.
“Di seluruh wilayah Indonesia selain beras, rokok termasuk komoditas yg paling banyak dikonsumsi. Secara metodologi, BPS tentu bukan hanya sudah berstandar nasional namun juga internasional. Secara khusus BPS juga dikawal oleh FMS (Forum Masyarakat Statistik) yang beranggotakan pakar-pakar statistik dari Perguruan Tinggi dan praktisi dan senantiasa memberikan masukan untuk penyempurnaan metodologi seiring perkembangan jaman dan masyarakat.” jelas Supriyadi kepada Nukilan.id, Minggu (21/2/2021).
Sementara itu, Supriyadi membenarkan bahwa rokok mempengaruhi kemiskinan. Namun, sayangnya tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok di kaum muda. Hal itu terlihat dari data jumlah perokok semakin meningkat di usia Produktif.
“Iya betul, data Riskesdas 2018 (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan prevalensi pengguna rokok 15 tahun keatas sebesar 33,8% dan khusus umur 10-18 tahun sekitar 9 persen. Inilah potretnya, padahal kalau pengeluaran untuk rokok bisa dialihkan untuk hal lainnya yang positip tentunya akan lebih bermanfaat.” ujarnya
Selain itu, Supriyadi menyebutkan bahwa angka kemiskinan yg rutin dirilis oleh BPS, merupakan kemiskinan makro (gambaran tingkat kemiskinan suatu wilayah: Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan untuk mengukur kemiskinan makro, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach).
Hal ini, lanjutnya, tidak hanya digunakan di Indonesia. Sesuai dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga lainnya seperti World Bank, banyak negara menggunakan pendekatan ini utamanya negara-negara berkembang.
“Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.” jelasnya
Untuk makanan, sebut dia, ada 52 komoditas yang digunakan dan bukan makanan ada 47 komoditas (perdesaan) dan 51 komoditas (perkotaan). Setiap daerah dan setiap waktu memiliki Garis Kemiskinan yang berbeda. Pada Sept 2020 Garis Kemiskinan di Aceh sebesar 524.208 per orang per bulan.
“Metode ini dipakai BPS sejak tahun 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple).” jelas Sapriyadi
Kemudian, untuk keperluan program intervensi melalui berbagai program, pemerintah menggunakan Basis Data Terpadu atau saat ini dikenal dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kemensos.
Lanjutnya, data yang terdapat pada DTKS tidak hanya berisi data orang miskin saja, namun juga ada hampir miskin dan sebagainya. makanya disebut Data Terpadu dan kedua data ini, tentunya berbeda pendekatannya namun tetap ada hubungannya.
“Jadi data Kemiskinan Makro digunakan untuk melihat capaian, progres dari program pengentasan kemiskinan di suatu daerah. Sedangkan data DTKS sebagai data targeting dari program pemerintah terkait pengentasan kemiskinan (PKH, Bansos dll).” demikian jelas Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Aceh, Dadan Supriyadi.[]