7 Usulan Revisi Qanun Wali Nanggroe, Di Antaranya Jabatan WN Tidak Dibatasi Dua Periode

Share

Nukilan.id – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus), Saiful Bahri menyampaikan Laporan Pansus Lembaga Wali Nanggroe Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam rangka Penetapan Rancangan Qanun Usul Inisiatif DPR Aceh yaitu Perubahan Ketiga Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Penyampaian tersebut disampaikan pada sidang paripurna DPR Aceh, tahun 2021 dalam rangka persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPRA di Aula Utama DPRA Banda Aceh, Kamis (2/9/2021).

Juru bicara Pansus Wali Nanggro menjelaskan, Lembaga Wali Nanggroe telah dibentuk melalui Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe dan telah mengalami 2 (dua) kali perubahan melalui Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2013 dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, dan saat ini kembali menjadi usul prakarsa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Terhadap Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Kehadiran lembaga ini sangat diharapkan oleh banyak komponen rakyat Aceh, dapat mewakili sejarah peradaban dan kejayaan Aceh masa silam, sekaligus dalam konteks Negara Republik Indonesia dapat menjadi Pemimpin Rakyat Aceh yang terlepas dari struktur pemerintahan, namun dapat mewakili kehormatan, marwah serta martabat rakyat Aceh. Jelasnya

Saat ini, disamping masih ada yang menaruh harapan besar pada kelembagaan dan kedudukan Pemangku Wali Nanggroe, namun ada juga pandangan negatif yang di alamatkan kepada Lembaga Wali Nanggroe itu sendiri, karena perannya yang hampir tidak terlihat maupun karena kedudukannya yang masih mengambang dalam konstelasi kepentingan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Aceh selama ini.

Hal ini sangat beresiko tinggi jika tidak dilakukan revitalisasi peran maupun kedudukan Lembaga dan Pemangku Wali Nanggroe dimasa depan, bahwa sesuatu kekhususan dan keistimewaan yang telah dimiliki lewat sebuah perjanjian hasil perjuangan rakyat Aceh selama hampir 30 (tiga puluh) tahun, dengan korban di pihak Aceh tercatat yaitu sekitar 35.000 jiwa (data Organisasi Lokal, Nasional maupun Internasional), akan sia-sia dan tidak bermakna.

Pansus Wali Nanggroe DPRA telah bersilaturahmi dengan Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haythar dan telah mendapatkan masukan baik secara lisan dan tulisan terhadap rencana Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, di antaranya:

1. Periodesasi jabatan Wali Nanggroe, hendaknya dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe periodesasi Jabatan Wali Nanggroe tidak dibatasi dalam 2 (dua) periode jabatan,

2. Kewenangan Wali Nanggroe dalam penegakan dinul islam, Kewenangan dalam Dinul Islam, agar tidak terjadi dualisme atau duplikasi kewenangan, hal ini sebaiknya dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe dapat diserahkan sepenuhnya kepada Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Aceh.

3. Kewenangan sebagai Pemimpin Adat sebaiknya dalam Raqan Wali Nanggroe lebih diperkuat lagi sehingga punya dampak dalam kehidupan masyarakat Aceh,

4. Hak keuangan wali nanggroe, harus dibuatkan dalam Raqan Wali Nanggroe ini, tentang Hak Keuangan Wali Nanggroe yang tidak terikat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh. Sehingga ada standar Anggaran yang tersedia, sehingga peran dan kedudukan serta Kemuliaan Wali Nanggroe Aceh dapat lebih maksimal dalam kehidupan masyarakat Aceh.

5. Syarat Wali Nanggroe dan Waliyul Ahdi Wali Nanggroe, Kedudukan Wali Nanggroe Aceh yang diharapkan sebagai Lembaga Mulia dan terhormat serta merepresentasikan Kehormatan Rakyat Aceh masa kini dan masa depan.

6. Bendera dan lambang, dalam Raqan Wali Nanggroe hendaknya ada penegasan untuk Bendera dan Lambang Wali Nanggroe, yang dapat dikenali sebagai Ciri Khusus dan Istimewa oleh Rakyat Aceh,

7. Kewenangan dan peran wali nanggroe dalam kekhususan dan keistimewaan, Aceh memiliki 3 (tiga) perangkat Hukum; yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Keistimewaan Aceh serta Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang,

Qanun Aceh yang mengatur tentang Lembaga Wali Nanggroe belum mencerminkan Wali Nanggroe sebagai pemersatu rakyat Aceh dan penjaga Perdamaian Aceh, sehingga diperlukan perubahan atau pencabutan, sehingga eksistensi Wali Nanggroe sebagai pemersatu dan penjaga perdamaiana Aceh dapat terimplementasi sesuai amanah MoU Helsinki.

Reporter : Irfan

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News