Nukilan.id – Perkara sengketa kepengurusan Majelis Adat Aceh (MAA) periode 2019-2023 yang terjadi sejak 1 Januari 2019 sampai dengan sekarang masih belum selesai. Pasalnya, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam hal ini sebagai Tergugat dinilai mengabaikan Putusan yang sudah inkrah dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Hal itu disampaikan Penggugat, H. Badruzzaman Ismail, S.H, M.Hum yang didampingi Wakil Ketua Tim, M. Daud Yoesoef, S.H, M.H, dan Kuasa Hukum, Izwar Idris, S.H, dalam konferensi pers, Selasa (17/8/2021).
Menurut Badruzzaman, penyebab timbulnya sengketa, karena turunnya intervensi, berdasarkan surat Plt. Gubernur Aceh No.180/704 tanggal 16 Januari 2019, perihal Penetapan Pengukuhan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat pada MAA tahun 2019-2023.
Dan Plt Gubernur Aceh yang saat ini menjadi Gubernur Aceh menolak usulan Ketua MAAÂ No. 821.29/797/2018, tanggal 03 Desember 2018 tentang Usulan Penetapan Kepengurusan MAA Periode 2019-2023, berdasarkan hasil Mubes 2018.
Kemudian, lanjut Badruzzaman, melalui keputusan Plt. Gubernur Aceh No. 821/298/2019, tanggal 14 Februari 2019 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Ketua Pengurus Majelis Adat Aceh.
“Sebab itu, kami mengugat Plt. Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada tanggal 24 April 2019 dengan Registrasi PTNU Banda Aceh No.16/G/2018/TUN.BNA,” ungkapnya.
“Sebelumnya kami juga mengadu ke Ombudsman RI Perwakilan Aceh awal April 2019. Sebabnya kami menggugat, karena Gubernur menganulir/Intervensi tentang hasil Mubes MAA tanggal 22-25 Oktober 2018 di Banda Aceh. Dan nilai sengketa hukumnya adalah Gubernur melampaui tugasnya/maladministrasi, karena bukan wewenangnya,” sambung Badruzzaman.
Dijelaskan, berdasarkan Qanun No.3 Tahun 2004 tentang Struktur Organisasi dan Tatakerja MAA, secara yuridis dianggap kebijakan Gubernur telah melampaui tugas (Maladministrasi), karena MAA adalah otonom dan mitra pemerintah daerah.
“Demikian juga pemilihan kepengurusan 5 tahun sekali adalah wewenang pleno Mubes MAA. Semua itu telah terlaksana dengan demokratis, musyawarah aman, rukun damai dalam Mubes sesuai dengan tata tertib yang telah disahkan dalam sidang pleno Mubes tersebut,” jelasnya.
Seharusnya, kata Badruzzaman, Gubernur Aceh membangun dan membina Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk terus menerus mencapai pelaksanaan administrasi Pemerintahan Negara yang teratur, tertib dan bersih (good gavernance).
“Masalah yang terjadi adalah Peyalahgunaan wewenang administrasi pemerintahan negara, jadi kasusnya bukan bersifat sengketa antar kelompok/personal internal MAA atau Pengurus MAA Kab/Kota, dan bukan juga sengketa eksternal lainnya. Karena itu sengketa tersebut bukan ranah damai/peradilan adat, meskipun lembaga adat, namun semata-mata menyangkut kewenangan Administrasi Negara,” terangnya.
Selain itu, Badruzzaman juga menjelaskan bahwa, dari sudut prosedur peradilan, sengketa tersebut sudah ada putusan tetap, sejak dari Ombudsman, PTUN Banda Aceh, kemudian banding ke PTUN Medan dan Kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Dan diketahui semuanya telah memenangkan kepengurusan MAA hasil Mubes 2018 yaitu H. Badruzzaman Ismail, S.H, M.Hum dan sudah putusan tetap/Inkrah dan perintah eksekusi dari penetapan PTUN Banda Aceh tanggal 11 Januari 2021, namun Gubernur tidak mengindahkan atau tanpa respon sedikit pun,” tutupnya.
Diketahui, dalam amar putusan tersebut pengadilan memerintahkan Gubernur Aceh untuk mencabut surat Gubernur Aceh Nomor 180/704 tanggal 16 Januari 2019, perihal Pengukuhan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat pada MAA tahun 2019-2023 dan mencabut Keputusan Gubernur Aceh Nomor 821.29/298/2019, tanggal 14 Februari 2019 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Ketua pengurus Majelis Adat Aceh.
Kemudian, mewajibkan kepada Gubernur Aceh untuk melanjutkan proses usulan Ketua MAA No. 821.29/797/2018, tanggal 03 Desember 2018 tentang Usulan Penetapan Kepengurusan MAA Periode 2019-2023, yang berdasarkan hasil Mubes 2018.
Sementara itu, sejak tanggal 4 Agustus 2021, PTUN Banda Aceh telah mengeluarkan beberapa putusan penting, yaitu
1. Surat kepada Presiden Republik Indonesia Nomor: W1.TUN/523/HK.06/8/2021, tanggal 4 Agustus, perihal: Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor: 16/G/2019PTUN.BNA tanggal 24 September 2019 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan 293/G/2019/PTUN.MDN tertanggal 21 Januari 2020 Jo 28 Juli 2020 yang telah berkekuatan Hukum Tetap.
2. Penatapan Nomor 19/G/2019/PTUN-BNA, No.01/PENG-EKS/2021/PTUN-BNA
3. Pengumuman PTUN Banda Aceh Nomor: 01/Peng.Eks/2021/PTUN-BNA, tanggal 4 Agustus 2021.
Reporter: AW