Nukilan.id – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin mengatakan Jika Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) lambat menyerahkan dokumen lelang kepada unit lelang Pekerjaan Biro Pengadaan barang dan jasa (PBJ), seharusnya Kepala SKPA segera melaporkannya kepada Gubernur Aceh Nova Iriansyah atau Sekretaris Daerah Taqwallah sebagai atasan.
“Secara internal pemerintahan, Gubernur kan bisa menyelesaikan, dengan mengadakan rapat koordinasi,” Kata safaruddin saat di wawancara Nukilan.id di ruang kerja ketua YARA Desa Gampong keramat, Kuta Alam, Banda Aceh rabu, (28/7/2021),
Hal itu disampaikan Safaruddin menyahut kekecewaan Badan Anggaran DPR Aceh yang menganggap pemerintah Aceh tidak serius, bahkan SKPA yang dipanggil rapat ke DPRA tidak dapat melengkapi dokumen-dokumen lelang barang dan Jasa, sehingga mengganggu proses pembangunan Aceh.
“Kejadian sekarang, Gubernur seperti tidak bekerja, kalau dia bekerja kan bisa memanggil seluruh SKPA untuk koordinasi kenapa serapan Anggaran Aceh lemah,” ujar Safaruddin.
Safaruddin menyebut aneh bila SKPA tidak memberikan dokumen-dokumen namun tidak ditegur.
“Siapa yang tegur kepala dinas kalau bukan Gubernur atau sekda?,” tanya Safaruddin.
Menurutnya, Gubernur dan Sekkretaris Daerah (Sekda) adalah orang yang harus selalu memantau serapan anggaran dari tahun ke tahun.
“Masak iya Gubernur tidak tau bahwa SKPA belum menyerahkan dokumen, dan ini perlu dipertanyakan kinerja Gubernur. Gubernur harus menegur SKPA bila terlambat menyerahkan dokumen kepada ULP Biro PBJ untuk dilelang, bila SKPA tidak becus bekerja, ganti saja,” kata Safaruddin.
Untuk itu–lanjutnya–Gubernur seharusnya membuat kebijakan ada reward dan punishment ke dinas-dinas, yang bekerja dikasih reward, kalau tidak bekerja dikasih hukuman atau sanksi, bila perlu copot dari jabatan, karena tidak mampu melakukan penyerapan anggaran.
“Semua itu harus ada tindakan dari Gubernur, kalau Gubernur diam berarti harus dipertanyakan ada apa dengan Gubernur Aceh?. Tidak ada alasan menyalahkan anak buah,” ujarnya.
Menurut Safaruddin, seharusnya serapan anggaran Aceh diwaktu pertengahan tahun sudah mencapai 70%, tapi faknya belum mencapai 50% pun. Ada apa ini semua?,” ungkapanya. “Uang sudah ada, tidak bisa terpakai, ada apa ini?, kan tinggal dilelang saja, kan aneh ini semua?,” lanjutnya
Safaruddin menilai, untuk menghabiskan uang saja tidak ada kemampuan, bagaimana berharap membangun daerah dan membantu masyarakat. “uang yang sudah ada tapi tidak mampu. Apa yang kita harapkan lagi dari pemerintahan seperti ni,” ujarnya lagi.
Safaruddin menilai, SiLPA yang naik setiap tahun adalah tanda kapasitas Gubernur makin hari semakin menurun, jadi sangat diragukan kapasitasnya memimpin Aceh
“Semua tanggung jawab ini ada pada Gubernur, masalah dengan kepala dinas adalah teknis saja,” katanya.
Untuk itulah, Safaruddin menyarankan perlu wakil Gubernur untuk mengisi kekosongan Gubernur, karena di Aceh tidak usah merasa mampu sendiri, karena ternyata kenyataannya tidak mampu.[]
Reporter: Irfan