Gubernur Aceh: Semangat Demokrasi Ikut Warnai Proses Pembangunan

Share

Nukilan.id – Demokrasi di Aceh mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bahkan, survey perkembangan demokrasi Indonesia yang diselenggrakan BPS pada tahun 2018, Aceh menempati posisi pertama sebagai daerah dengan pertumbuhan demokrasi yang terbaik.

Hal itu disampaikan Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT dihadapan mahasiswa saat membuka Diskusi Publik bertajuk “Demokrasi Sebagai pilar Pembangunan Aceh” yang digelar virtual Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Aceh Jogjakarta (Himpasay) di Aula Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Diskominsa) Aceh, Banda Aceh, Kamis (8/7/2021).

“Semangat demokrasi inilah yang mewarnai proses pembangunan Aceh saat ini,” ujar Nova Iriansyah.

Dijelaskan Nova, Sebagaimana diketahui bersama, parlemen di Aceh begitu dinamis dengan kehadiran partai politik lokal, sehingga memberi ruang lebih luas kepada masyarakat untuk terlibat di dalamnya.

“Ini sebuah kekhususan yang membuat Aceh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Dengan kebebasan itu, tentunya mendorong sistem Pemerintah di Aceh berjalan lebih hati-hati,” ujar Nova Iriansyah.

Selain itu–lanjutnya–demokrasi di Aceh juga berbeda dengan daerah lain lantaran karakter sosial budaya masyarakat yang tidak sama dengan daerah lain.

“Masyarakat Aceh adalah mayoritas muslim, sehingga ajaran Islam selalu menjadi acuan masyarakat di Aceh. Sehingga, dalam konteks tertentu sistem demokrasi di Aceh mengacu pada ajaran Islam,” jelas Nova.

Gubernur Nova juga menjabarkan, berbicara kebebasan di Aceh dasarnya sama saja dengan daerah lain. Namun kebebasan individu di Aceh harus berpatokan pada norma dan ajaran Islam.

“Sedangkan untuk parameter lain yang berkaitan dengan pembangunan daerah, yang berlaku di Aceh adalah sama dengan daerah lain,” jabarnya.

Nova menjabarkan juga lima prinsip demokrasi yang harus ada dalam sistem pemerintahan di Aceh, yakni;.

Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintahan selama menjalankan mandatnya, adanya pemilu yang teliti dan jujur dengan mengutamakan partisipasi aktif masyarakat, dan adanya hak memilih dan dipilih bagi setiap masyarakat sesuai aturan yang berlaku.

Selain itu—lanjut Nova–juga harus ada kebebasan mengakses informasi sehingga sistem pemerintahan berjalan transparan.

“Kebebasan masyarakat sipil ada beberapa aspek, seperti kebebasan berkumpul, kebebasan berpendapat dan berserikat, kebebasan berkeyakinan, dan kebebasan dari sikap diskriminasi.

“Dengan kebebasan ini, warga menjadi leluasa menyampaikan aspirasi secara terbuka,” kata Gubernur.

Gubernur juga menjabarkan, suatu negara dapat disebut demokratis jika di negara tersebut sudah berkembang proses-proses menuju kondisi yang lebih baik dalam pelaksanaan supremasi hukum, penegakan HAM, dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi serta prinsip kesadaran dalam menghargai pluralisme.

Diskusi menghadirkan pemateri Guru Besar UIN Ar-Raniry Prof. Drs. Yusny Saby, MA., Ph.D, Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh Marwan Nusuf, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Wiratmadinata M.H.[ji]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News