NUKILAN.id | Jakarta — Presiden China Xi Jinping melontarkan sindiran tajam terhadap praktik “bullying” dan “hegemonisme” dalam pidato publiknya, menyusul tercapainya gencatan senjata tarif dengan Amerika Serikat. Dalam forum tingkat tinggi bersama pemimpin Amerika Latin dan Karibia di Beijing, Xi menegaskan bahwa tidak ada pemenang dalam perang dagang.
“Tidak ada pemenang dalam perang tarif atau perang dagang. Bullying atau hegemonisme hanya akan membawa pada pengasingan diri,” ujar Xi, Selasa (waktu setempat), seperti dikutip dari CNN.
Gencatan Senjata Tarif dan Pesan Terselubung
Pidato Xi disampaikan sehari setelah China dan AS sepakat menangguhkan tarif tambahan terhadap sejumlah produk selama 90 hari. Meski perjanjian ini dianggap sebagai angin segar, Xi tetap menyampaikan pesan diplomatik yang konsisten: China menolak tekanan unilateral.
Selama perang dagang berlangsung, China bersikap tegas. Negeri Tirai Bambu itu menolak tunduk pada tekanan Washington. Sebaliknya, China memperkuat citra sebagai pendukung perdagangan bebas dan mengajak negara-negara lain untuk tidak tunduk pada dominasi satu kekuatan.
Seruan untuk Persatuan Negara Global South
Forum China-CELAC yang keempat ini menjadi ajang penting bagi Xi untuk menyuarakan visinya. CELAC sendiri merupakan singkatan dari Community of Latin American and Caribbean States, sebuah forum kerja sama yang dibentuk pada 2014.
Berbicara di hadapan kepala negara dan pejabat tinggi dari Brasil, Kolombia, hingga Chili, Xi menekankan pentingnya solidaritas internasional.
“Perubahan besar yang belum terlihat dalam satu abad terakhir kini semakin cepat, menjadikan persatuan dan kerja sama antarnegara tak tergantikan,” ucap Xi.
Ia juga menekankan bahwa negara-negara di Global South, termasuk China dan Amerika Latin, memiliki hak untuk tumbuh dan merdeka dari tekanan eksternal.
“China dan negara-negara Amerika Latin serta Karibia adalah bagian penting dari Global South. Kemerdekaan dan otonomi adalah tradisi luhur kita. Pembangunan dan kebangkitan adalah hak kita. Dan keadilan serta kejujuran adalah tujuan bersama kita,” katanya.
Kredit Raksasa dan Diplomasi Yuan
Tak hanya berhenti pada retorika, Xi juga menawarkan insentif konkret. Dalam forum itu, ia menjanjikan kredit sebesar 66 miliar yuan atau sekitar US$9,2 miliar (setara Rp148 triliun) untuk mendukung pembangunan negara-negara anggota CELAC.
Yang menarik, kredit ini akan diberikan dalam mata uang yuan. Langkah tersebut dinilai sebagai strategi memperluas penggunaan mata uang China dalam sistem keuangan global.
“Dalam menghadapi arus deras konfrontasi blok, unilateralisme, dan proteksionisme, China siap bergandengan tangan dengan mitra kami di Amerika Latin dan Karibia,” tutur Xi.
Perdagangan Melonjak, China Makin Dominan
Kian hari, pengaruh China di kawasan Amerika Latin terus meningkat. Tahun lalu, nilai perdagangan antara Beijing dan negara-negara CELAC untuk pertama kalinya menembus angka US$500 miliar atau sekitar Rp8 kuadriliun.
Contohnya, Brasil kini mengirimkan lebih dari 73 persen ekspor kedelainya ke China. Fakta ini menunjukkan betapa eratnya ketergantungan ekonomi kawasan terhadap Negeri Tirai Bambu.
Editor: Akil