NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Wibi Rezki Walat (24), pemuda asal Aceh, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah dijual ke sebuah perusahaan di Kamboja. Nasib malang dialaminya ketika dideportasi ke Indonesia. Selama tiga hari, ia terkatung-katung di Bandara Soekarno-Hatta tanpa uang, pakaian ganti, bahkan tanpa makanan.
Kabar mengenai kondisi Wibi pertama kali diterima anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman alias Haji Uma, dari salah seorang warga Langsa, Jumat (23/8/2025) malam. Disebutkan, sejak pagi sekitar pukul 08.00 WIB, Wibi sudah berada di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta setelah dipulangkan oleh otoritas Imigrasi Kamboja.
Tidak memiliki sepeser uang dan keluarga yang menjemput, Wibi hanya bisa bertahan dengan memanfaatkan jaringan wifi bandara. Dalam sebuah panggilan video dengan Haji Uma, ia tampak menangis sambil duduk di kursi bandara.
“Pak, tolong saya. Saya tidak punya apa-apa. Saya lapar, Pak. Saya mau pulang ke Aceh tapi tidak punya uang,” kata Wibi dengan suara terbata-bata.
Wibi mengaku tidak memiliki sinyal karena masih menggunakan kartu seluler Kamboja, sementara ia tidak punya uang untuk membeli kartu baru. Berbeda dengan empat korban TPPO lain yang dideportasi bersamanya dan sudah dijemput keluarga, Wibi terpaksa bertahan seorang diri di bandara.
Mendengar kabar tersebut, Haji Uma segera menginstruksikan staf protokoler DPD RI untuk mendampingi sekaligus memberikan makanan kepada Wibi. Beberapa jam kemudian, ia tiba langsung di Terminal 2 untuk menemui korban. Pertemuan itu pun berlangsung haru ketika Wibi menceritakan perjalanan getir yang dialaminya.
Menurut pengakuan Wibi, ia awalnya dijanjikan bekerja sebagai marketing di Thailand oleh seorang agen asal Langsa. Namun, agen itu justru menjualnya ke perusahaan di Kamboja yang memaksanya bekerja dalam praktik penipuan (scamming).
“Kalau saya shalat, saya ditendang sampai baju shalat dan celana panjang saya dirobek-robek,” ungkap Wibi lirih, menceritakan bagaimana ia kerap dipukuli jika tidak memenuhi target pekerjaan.
Perjalanan panjang menuju Kamboja pun penuh risiko. Dari Aceh, ia diberangkatkan melalui Dumai, lalu ke Malaysia, Vietnam, hingga tiba di Kamboja lewat jalur laut. Setelah mengalami penyiksaan, pihak Imigrasi Kamboja akhirnya mendeportasi Wibi bersama korban lainnya.
Haji Uma kemudian mengambil langkah cepat. Ia membeli tiket penerbangan, menyewa hotel agar Wibi dapat beristirahat, serta memberikan uang saku. Bahkan, seluruh biaya perjalanan dari Bandara Kualanamu hingga ke Langsa juga ditanggung oleh timnya.
“Alhamdulillah, pagi ini tanggal 24 Agustus 2025, Wibi sudah terbang ke Kualanamu dan dilanjutkan perjalanan darat ke Aceh. Penjemputan juga difasilitasi oleh staf kita di wilayah Sumatera Utara hingga tiba di rumahnya,” ujar Haji Uma, Senin (25/8/2025).
Usai selamat kembali ke tanah kelahiran, Wibi menyampaikan pesan kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri dari agen ilegal.
“Jangan pernah mau diajak bekerja oleh agen yang ilegal dengan iming-iming gaji besar ke negara Asia, karena bisa kita pastikan itu TPPO. Di sana kita kerap disiksa oleh perusahaan yang membeli kita dari agen tersebut,” tegasnya.
Kini, Wibi sudah kembali ke kampung halaman di Langsa setelah melalui pengalaman pahit sebagai korban perdagangan orang. Kisahnya menambah panjang daftar penderitaan warga Aceh dan daerah lain yang terjerat sindikat TPPO lintas negara.