NUKILAN.ID | Kuala Simpang — Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar, menyampaikan sikap tegas agar seluruh bantuan kemanusiaan bagi korban bencana di Aceh dapat masuk tanpa hambatan.
Ia menekankan bahwa proses pemulihan pascabencana tidak boleh berhenti pada pembangunan fisik, melainkan harus berjalan seiring dengan pemulihan ekosistem dan perlindungan lingkungan hidup.
Pernyataan tersebut disampaikan saat penyerahan bantuan kemanusiaan sebanyak 15 ton kepada masyarakat terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Aceh Tamiang, Minggu (21/12/2025), di halaman Kantor Bupati Aceh Tamiang. Bantuan itu diterima langsung oleh Bupati Aceh Tamiang dan Ketua DPRK Aceh Tamiang, serta disaksikan Wakil Gubernur Aceh.
Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Wali Nanggroe, Zulfikar Idris, menjelaskan bahwa bantuan logistik tersebut merupakan hasil penggalangan dari Sekretariat Wali Nanggroe, Majelis Syura Wali Nanggroe, komunitas Hakka Aceh, serta pimpinan Rumah Sakit Putri Bidadari, dengan total mencapai 15 ton.
Amatan Nukilan.id, kegiatan tersebut turut dihadiri Staf Khusus Wali Nanggroe, Dr. Muhammad Raviq, serta Khatibul Wali, Abdullah Hasbullah.
Dalam kesempatan itu, Wali Nanggroe menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan masuknya bantuan internasional bagi Aceh.
“Dengan bencana ini, kita orang Aceh harus bersabar dan kuat. Kita harus membangun negeri kita sendiri. Saya tidak akan tinggal diam. Banyak negara ingin membantu, tetapi belum sepenuhnya bisa masuk. Saya akan terus mencari jalan agar semua bantuan itu dapat masuk,” tegas Wali Nanggroe.
Ia juga menyebut bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh sebagai peringatan ekologis serius akibat kerusakan hutan dan lemahnya tata kelola lingkungan.
“Tsunami pertama air laut naik dan tidak membawa material. Tsunami kedua, air turun dari daratan dan membawa kayu-kayu. Ini pelajaran besar bagi kita semua. Hutan jangan ditebang, dan jangan terlalu banyak menanam sawit,” ujarnya.
Menurut Wali Nanggroe, hutan Aceh memiliki peran strategis sebagai penyangga kehidupan, iklim, dan keanekaragaman hayati yang nilainya lintas generasi. Karena itu, pemulihan pascabencana harus mencakup langkah-langkah ekologis strategis, seperti rehabilitasi hutan di wilayah hulu dan daerah aliran sungai, perlindungan hukum terhadap hutan alam yang tersisa, pemulihan koridor satwa liar, perlindungan spesies endemik dan terancam punah, serta penegakan hukum lingkungan yang konsisten dan transparan.
“Aceh bisa maju tanpa menghancurkan hutannya. Investasi industri hijau dan pembangunan berkelanjutan adalah masa depan Aceh,” tegas Wali Nanggroe.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu bersama Pemerintah Aceh dalam menghadapi dampak bencana, baik dari sisi kemanusiaan maupun lingkungan.
“Kita harus berdiri bersama, saling membantu dan saling mendoakan, agar para pemimpin kita dikuatkan dalam memimpin Aceh keluar dari ujian ini,” katanya.
Selain itu, Wali Nanggroe menegaskan akan mengawal komitmen Pemerintah Pusat terkait pemulihan pascabencana, termasuk janji Presiden Republik Indonesia untuk membangun kembali rumah warga, jalan, serta fasilitas umum yang rusak. Ia menekankan bahwa seluruh proses rekonstruksi harus dilakukan secara tangguh bencana, ramah lingkungan, dan berpihak pada masa depan Aceh. (XRQ)
Reporter: Akil

