Walhi: Aceh Semakin Terpukul Dampak Perubahan Iklim

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Dampak perubahan iklim kini semakin dirasakan oleh masyarakat Aceh. Fenomena bencana alam seperti banjir yang semakin sering terjadi akibat cuaca ekstrem menjadi bukti nyata dari perubahan iklim yang berlangsung di wilayah tersebut.

Deputi Walhi Aceh, M. Nasir, mengungkapkan bahwa perubahan iklim telah mengubah pola cuaca di Aceh secara signifikan.

“Hujan kini sulit diprediksi, bahkan sering terjadi di luar musim hujan yang biasanya berlangsung antara September hingga Desember,” ujarnya dalam wawancara dengan RRI, Kamis (23/1/2025).

Menurut Nasir, wilayah Selatan Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), menjadi salah satu daerah yang terdampak parah pada tahun 2024. Banjir besar melanda wilayah ini, menandakan perlunya langkah konkret dalam menghadapi perubahan iklim.

Nasir menyebutkan bahwa Aceh sebenarnya memiliki potensi besar untuk menangkal dampak perubahan iklim melalui kawasan hutan dan konservasi yang mencapai lebih dari 5 juta hektare. Namun, kawasan ini menghadapi ancaman serius akibat kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ilegal.

“Meski Aceh memiliki kawasan hutan yang luas, saat ini sebagian besar dalam kondisi rusak akibat berbagai kegiatan ilegal,” kata Nasir. Beberapa bulan terakhir, upaya penertiban telah dilakukan oleh Polda Aceh dengan merazia pelaku tambang ilegal di Abdya, Aceh Barat, dan Aceh Selatan.

Selain kegiatan ilegal, Nasir juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang sering kali dilakukan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

“Pembangunan jalan yang melintasi kawasan hutan, jika tidak dilakukan dengan hati-hati, dapat membuka akses bagi perusakan hutan,” tegasnya.

Nasir menjelaskan bahwa perubahan iklim terjadi akibat berbagai faktor yang saling memengaruhi keseimbangan ekosistem, termasuk sektor energi, kehutanan, pertanian, dan industri. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020, semua sektor tersebut memiliki tanggung jawab besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

“Sektor energi, seperti penggunaan bahan bakar fosil, batu bara, dan gas alam, adalah salah satu penyebab utama peningkatan emisi gas rumah kaca,” ungkap Nasir.

Di sisi lain, kerusakan hutan yang berujung pada pelepasan karbon serta penggunaan pupuk kimia di sektor pertanian turut memperparah kondisi tersebut.

Nasir menekankan bahwa sektor industri juga harus beralih ke energi terbarukan untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.

“Saat ini sudah banyak energi terbarukan seperti energi angin dan air yang lebih ramah lingkungan,” jelasnya.

Ia mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, untuk bekerja sama melindungi kawasan hutan Aceh dan meminimalkan aktivitas yang merusak lingkungan. Dengan langkah ini, Aceh diharapkan mampu mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga keseimbangan ekosistemnya.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News