Nukilan.id – Pasukan keamanan Myanmar disebut menembak dan menewaskan sedikitnya 50 pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer di jalan-jalan Yangon, Mandalai dan kota-kota lainnya pada Sabtu (27/3/2021).
Ini menjadi hari paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Ironisnya, tindakan brutal itu dilakukan saat para jenderal negara tersebut merayakan Hari Angkatan Bersenjata.
“Hariini adalah hari yang memalukan bagi angkatan bersenjata,” kata Sasa, juru bicara CRPH, kelompok anti-junta yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan, kepada sebuah forum online seperti dilansir Reuters.
“Para jenderal militer merayakan Hari Angkatan Bersenjata setelah mereka baru saja membunuh lebih dari 300 warga sipil tak berdosa,” ujarnya memberikan perkiraan kasar jumlah korban sejak protes pertama meletus beberapa pekan lalu.
Myanmar Now melaporkan sedikitnya empat orang tewas dan 10 luka-luka ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke demonstran di luar kantor polisi di pinggiran kota Yangon Dala pada dini hari tadi.
Berdasarkan laporan saksi mata, tiga orang, termasuk seorang pemuda yang bermain di tim sepak bola lokal U-21, juga ditembak dan tewas dalam protes di distrik Insein kota tersebut.
Sementara di Mandalay, tiga belas orang tewas dalam berbagai insiden. Kematian juga dilaporkan dari wilayah Sagaing dekat Mandalay, kota Lashio di timur, di wilayah Bago, dekat Yangon, dan tempat lain.
Seorang juru bicara militer belum memberikan konfirmasi terkait dengan laporan-laporan tersebut.
Sementara itu, usai memimpin parade militer di ibu kota Naypyitaw untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing hanya menegaskan kembali janjinya untuk mengadakan pemilihan tanpa memberi tahu kapan rencana itu akan direalisasikan.
“Tentara berusaha untuk bergandengan tangan dengan seluruh bangsa untuk menjaga demokrasi,” kata jenderal tersebut dalam siaran langsung di televisi pemerintah.
Ia juga menambahkan bahwa pihak berwenang juga berusaha untuk melindungi rakyat dan memulihkan perdamaian di seluruh Myanmar. “Tindakan kekerasan yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan dalam unjuk rasa tidak pantas,” ujarnya.
Kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan sedikitnya 330 orang tewas dalam demonstrasi menentang kudeta, termasuk sejumlah besar yang terbunuh oleh tembakan langsung dari pasukan keamanan. Sementara lebih dari 3.000 lainnya ditangkap.[cnnindonesia]