Wednesday, April 24, 2024

Tingkatkan Kelahiran Badak Sumatera, IPB Gandeng Jerman Kembangkan Teknologi Bio-Bank

Nukilan.id – Kelahiran satu anak badak Sumatra pada bulan Maret lalu memang menjadi kabar baik tersendiri, karena berhasil menambah populasi hewan terancam punah tersebut. Namun, hal itu tidak serta merta menghentikan berbagai upaya untuk terus meningkatkan populasi spesies mereka menjadi lebih banyak.

Apalagi, perjalanan kelahiran kemarin memang diperoleh dengan menyita perjuangan yang besar. Baik dari induk badak hingga tenaga ahli yang terlibat, semuanya sama-sama melalui jalan panjang hingga akhirnya berhasil memperoleh kelahiran anak atau individu baru.

Sebenarnya, apa yang membuat badak begitu sulit untuk bereproduksi dan melahirkan individu baru?

Gangguan reproduksi pada badak

Kenyataan jumlah yang semakin langka, serta rusaknya habitat bukan satu-satunya alasan spesies badak menjadi terancam punah. Ada beberapa faktor yang oleh para peneliti disebut menjadi penyebab badak begitu sulit untuk bereproduksi dan memiliki keturunan.

Faktor pertama adalah fakta bahwa mereka merupakan hewan yang bersifat soliter atau cenderung hidup sendiri-sendiri. Sehingga proses mengenal antar lawan jenis terlebih untuk bereproduksi dapat dikatakan cukup sulit.

Kedua, adanya ancaman internal berupa kondisi kesehatan genetik dan reproduksi badak Sumatra yang sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut terbukti berdasarkan penelitian yang dilakukan pada badak Sumatra di penangkaran sejak awal 1980-an sampai sekarang.

Diketahui jika lebih dari 70 persen badak di penangkaran mengalami gangguan abnormalitas organ reproduksi. Gangguan tersebut dapat berupa kista dan tumor sehingga membuat badak betina sulit untuk bunting. Lain itu, badak juga diklasifikasikan sebagai hewan efek Allee.

Efek Allee sendiri didefinisikan sebagai istilah ekologi yang menghubungkan tingkat kepadatan sebuah spesies dengan kebugarannya. Atau umumnyda dalam teori evolusi, dikenal dengan istilah survival of the fittest atau hanya mereka yang sehat dan kuat yang bisa bertahan

Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kepadatan spesies rendah dan akan membuat badak depresi. Hal tersebut membuat kualitas keturunan menurun akibat perkawinan sejenis, dan badak sangat sulit melahirkan keturunannya.

Kesulitan reproduksi di atas yang nyatanya juga dialami oleh induk badak pada kelahiran terakhir, yakni Rosa. Badak betina tersebut sebelumnya diketahui sudah bunting dan mengalami keguguran sebanyak delapan kali sejak tahun 2015.

Rosa bahkan sempat tak kunjung hamil karena diketahui memiliki fibroid rahim atau myom pada kandungannya. Hal tersebut juga yang diyakini menyebabkan Rosa kerap mengalami keguguran saat sudah berhasil bunting.

Bahkan untuk mempertahankan janinnya pada keberhasilan yang terakhir, pemeliharaan dilakukan secara ekstra dengan memberi obat penguat janin setiap harinya.

Berangkat dari kondisi tersebut, Indonesia sendiri sejak lama telah menjajaki berbagai teknologi yang memungkinkan untuk membantu proses reproduksi badak sumatra. Dan terbaru, hal tersebut akhirnya terealisasi dengan terjalinnya kerja sama teknologi antara IPB dengan Jerman.

Reproduksi berbantu dan bio-bank

Pada pertengahan bulan Mei lalu, IPB secara resmi menggandeng Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (Leibniz-IZW) Berlin, Jerman, untuk mengakselerasi Pengembangan Sains dan Pendidikan Konservasi Spesies Terancam Punah, dengan Aplikasi Teknologi Reproduksi Berbantu (ART) dan bio bank.

Teknologi Reproduksi Berbantu yang dimaksud adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan kehamilan menggunakan berbagai pengobatan. Pengobatan yang dimaksud terdiri dari fertilisasi, fertilisasi in vitro atau bayi tabung, maupun surogasi (sewa rahim).

Sementara bio-bank adalah perpustakaan biologi yang menyimpan sampel biologis untuk digunakan dalam penelitian. Kedua teknologi tersebut dinilai bisa melindungi dan mengamankan material genetik satwa liar sehingga memastikan badak Sumatra bisa memiliki keturunan.

Rektor IPB Arif Satria, yang berkunjung ke Leibniz-IZW Jerman untuk menandatangani nota kesepahaman mengenai kerja sama ini berharap, Indonesia dapat belajar banyak dari kerja sama yang ada untuk menyelamatkan badak sumatra dari ancaman kepunahan.

“Ini akan memberi kami kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman ilmiah tentang pengobatan satwa liar. Teknologi reproduksi berbantuan, dan strategi bio bank untuk menyelamatkan spesies Indonesia yang terancam punah,” ujar Arif, dalam keterangan resmi.

Sementara itu Prof. Thomas Hildebrandt dari Leibniz-IZW menjelaskan, sebelumnya teknologi ini telah berhasil diaplikasikan untuk spesies serupa yang mengalami ancaman sama.

“Kami akan mulai mentransfer hasil ilmiah kami dari proyek BioRescue – yang berhasil menyelamatkan sumber daya Genetik Badak Putih Utara dari kepunahan. Dan dapat diaplikasikan serta berhasil pada badak Sumatra,” harapnya. [GNFI]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img