Nukilan.id – Sebanyak 18 dari total 26 warga yang hilang saat terjadi tanah longsor di lereng gunung api Ile Aii, Desa Waimatan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditemukan dalam kondisi meninggal.
“Saat ini tinggal delapan lagi dalam pencarian,” kata Camat Ile Ape Timur Niko Watun di Lembata, dikutip dari merdeka, Sabtu (11/4/2021).
Laporan tersebut dihimpun berdasarkan proses pencarian oleh warga bersama Tim Gabungan Basarnas dan Satuan Polisi Satwa Mabes Polri hampir sepekan terakhir sejak kejadian pada Minggu (4/4/2021).
Niko mengatakan, bencana tanah longsor di wilayah itu melanda tiga desa di lereng Gunung Ile Ape, yakni Waimatan, Lamagute, dan Lamawolo.
Jumlah korban meninggal dunia terbanyak berada di Desa Waimatan. Sementara tiga lainnya yang juga meninggal dunia berada di Desa Lamawolo.
Persitiwa itu terjadi, menurut Niko, akibat masyarakat di Desa Waimatan cenderung mengacuhkan peringatan dini yang disampaikan kecamatan melalui pesan WhatsApp grup warga, beberapa jam sebelum peristiwa itu terjadi.
“Karena warga Waimatan merasa desanya jauh dari jalur sungai yang ada di Dusun Kelar, sehingga mereka pikir tanah tidak turun ke kampung mereka. Saat itu malam Paskah juga, sehingga mereka tidur lelap,” katanya.
Niko mengatakan musibah yang terjadi sekitar pukul 02.00 WITA itu juga mengakibatkan 900 lebih penduduk di tiga wilayah itu kehilangan tempat tinggal. Sebanyak 29 rumah di Desa Waimatan dan 109 rumah di Desa Lamawolo.
“Ada yang terkubur dan rusak berat,” katanya.
Desa Waimatan berada di lereng Gunung Api Ile Api. Posisinya berada tepat di lintasan Jalan Trans Ile Api yang mengelilingi sekitar bagian tengah gunung.
Niko menceritakan, hujan deras mengguyur puncak gunung sejak pukul 00.00 WIB. Tiba-tiba tanah bercampur lumpur dan lahar dingin meluncur dari puncak gunung hingga memutus badan Jalan Trans Ile Ape.
Sebanyak 29 rumah penduduk di Desa Waimetan yang berada tepat di sisi badan jalan pun terkubur dan sebagian terdorong hingga jatuh ke lereng gunung.
“Saat ini korban selamat kami ungsikan di kantor kecamatan. Separuhnya di rumah keluarga. Mereka mengungsi mandiri,” katanya.[]