NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Seorang santri Dayah (Pesantren) Babul Maghfirah di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, nekat membakar asrama tempat ia belajar. Aksi itu dilakukan pada Jumat (31/10/2025), karena pelaku mengaku tak tahan terus-menerus menjadi korban perundungan dari teman-temannya.
Api yang disulut oleh santri berinisial M (17) itu membakar gedung asrama putra hingga menjalar ke bangunan kantin dan rumah salah satu pembina yayasan pesantren tersebut.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono, mengatakan pihaknya telah memeriksa 10 saksi dalam kasus ini. Mereka terdiri atas tiga pengasuh dayah, lima santri, seorang penjaga, serta orangtua pelaku.
“Berdasarkan olah tempat kejadian perkara, ditemukan beberapa bukti petunjuk seperti rekaman kamera CCTV serta pakaian milik terduga pelaku yang akhirnya hasil penyelidikan mengarah kepada satu orang santri kelas 12,” ujar Joko dalam konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh, Kamis (6/11/2025).
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Joko, pelaku mengaku sengaja membakar gedung asrama putra dengan menggunakan korek mancis. Ia membakar kabel di lantai dua asrama hingga api dengan cepat menjalar ke seluruh bangunan.
“Hasil pemeriksaan sang anak, ia mengaku telah dengan sengaja membakar gedung asrama putra dengan menggunakan korek mancis yang dipakai untuk membakar kabel yang terdapat di lantai dua gedung asrama putra tersebut,” kata Joko.
Pelaku mengaku melakukan aksi nekat itu karena tak kuat menghadapi ejekan dan hinaan dari teman-temannya di dayah.
“Tindakan bullying yang dialami anak pelaku di antaranya sering dikatakan idiot ataupun tolol, hal tersebut menyebabkan ia merasa tertekan secara mental sehingga timbul niat untuk membakar gedung asrama, dengan tujuan agar semua barang-barang milik teman-temannya yang selama ini sering melakukan bullying terhadap dirinya agar habis terbakar,” tutur Joko.
Beruntung, peristiwa itu tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, sejumlah bangunan di kompleks pesantren mengalami kerusakan cukup parah.
Polisi memastikan, karena pelaku masih di bawah umur, penanganan kasusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Selama proses penyidikan, pelaku akan ditahan dan ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Banda Aceh,” kata Joko.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama soal fenomena perundungan di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren. Aparat kepolisian mengimbau pihak pesantren dan masyarakat untuk lebih aktif mencegah terjadinya tindakan serupa dengan memperkuat pengawasan dan pembinaan terhadap para santri.






