NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Penyaluran dana zakat dan infak bagi masyarakat kurang mampu di Aceh Selatan kini tersendat akibat kebuntuan regulasi di internal Baitul Mal Kabupaten (BMK). Kondisi ini memantik perhatian serius dari Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI), yang menilai bahwa hak-hak mustahik kini “tersandera” oleh persoalan birokrasi dan kelembagaan.
Ketua FORMAKI, Alizamzami, kepada Nukilan.id mengungkapkan bahwa dana umat untuk Bantuan Sosial yang Tidak Dapat Direncanakan Sebelumnya tidak dapat dicairkan. Padahal, bantuan tersebut mencakup program vital seperti biaya pendampingan pasien penyakit kronis, bantuan pembinaan mualaf, santunan untuk orang terlantar, hingga bantuan bagi korban kebakaran, angin kencang, dan bencana alam.
“Hak-hak dasar kaum dhuafa ini kini tersandera oleh kebuntuan birokrasi,” tulisnya dalam pernyataan yang diterima pada Kamis (30/10/2025)
Berdasarkan telaah dokumen resmi yang diperoleh FORMAKI, akar permasalahan terletak pada ketiadaan dasar hukum yang mengatur penyaluran bantuan sosial tak terencana. Sejak dana zakat dan infak dimasukkan ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Khusus dalam APBK, proses penyaluran terikat pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 dan sistem SIPD-RI.
“Aturan tersebut mensyaratkan pencantuman penerima bantuan secara by name by address dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Padahal, bantuan darurat seperti untuk korban bencana atau pasien sakit kritis tentu tidak bisa diprediksi sejak awal tahun anggaran,” sambungnya.
Dokumen internal hasil Rapat Koordinasi yang dipimpin Sekda Aceh Selatan juga menegaskan bahwa tiga Peraturan Bupati yang saat ini berlaku—yakni Perbup Nomor 8 Tahun 2021, Perbup Nomor 33 Tahun 2021, dan Perbup Nomor 6 Tahun 2023—tidak dapat menjadi dasar hukum bagi penyaluran bantuan sosial darurat.
“Satu-satunya solusi yang direkomendasikan adalah penerbitan Peraturan Bupati baru yang secara khusus mengatur mekanisme penyaluran bantuan tersebut, sebagaimana arahan dari Inspektorat Kabupaten Aceh Selatan,” katanya.
Namun, FORMAKI menilai kebuntuan tidak terjadi di level teknis, melainkan di tingkat pembuat kebijakan internal BMK. Berdasarkan temuan mereka, Sekretariat BMK Aceh Selatan telah mengirimkan Usulan Rancangan Peraturan Bupati kepada Badan BMK sejak 24 September 2025. Sayangnya, hingga kini draf tersebut tidak kunjung direspons ataupun diberikan paraf koordinasi oleh Badan BMK.
Padahal, tanpa paraf tersebut, usulan Perbup tidak dapat diproses lebih lanjut oleh Bagian Hukum Setdakab maupun Bupati Aceh Selatan.
Upaya mediasi melalui Rapat Koordinasi yang dipimpin Sekda juga tidak menghasilkan kesepakatan. Solusi alternatif berupa rekomendasi bersama sebagai pengganti Perbup ditolak karena dinilai tidak sesuai ketentuan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
Melihat kondisi tersebut, FORMAKI menyatakan tiga poin sikap. Pertama, mereka menyayangkan hak-hak mustahik dikorbankan akibat konflik kelembagaan. Kedua, mereka mengapresiasi prinsip kehati-hatian Kepala Sekretariat BMK dan Inspektorat yang memilih tidak menyalahi aturan demi pencairan instan.
“Kami mengapresiasi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas yang dipegang oleh Kepala Sekretariat BMK dan Inspektorat yang menolak menerobos aturan hukum demi pencairan sesaat, yang justru dapat membuka celah penyimpangan,” tegasnya.
Ketiga, FORMAKI mendesak Badan BMK Aceh Selatan untuk segera menghentikan kebuntuan dan memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait alasan mereka menahan proses paraf draf Perbup yang sangat dibutuhkan masyarakat.
FORMAKI juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan untuk segera menindaklanjuti surat permohonan audiensi dari Kepala Sekretariat BMK (Nomor: 451.5/443/2025). Menurut FORMAKI, DPRK harus menggunakan fungsi pengawasannya untuk memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Sekda, Inspektur, Kabag Hukum, Badan BMK, dan Dewas BMK.
Selain itu, FORMAKI juga menyerukan agar Bupati Aceh Selatan segera turun tangan untuk memastikan Badan BMK memproses paraf koordinasi draf Perbup tersebut.
“Kami juga mendesak Bupati Aceh Selatan untuk segera turun tangan dan memastikan Badan BMK Aceh Selatan segera memproses paraf koordinasi draf Perbup tersebut, sehingga hak-hak pasien miskin, korban bencana, dan mualaf dapat segera disalurkan sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya. (XRQ)
Reporter: Akil

 
                                    




