Terkait Bioskop, Davi Abdullah Kritik Fadli Zon: Mundur dan Tidak Sesuai Perkembangan Zaman

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh — Pernyataan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, yang mendorong pembangunan kembali bioskop di Aceh menuai tanggapan tajam dari kalangan budayawan dan pegiat film. Dalam kunjungan kerjanya di Aceh, Fadli Zon menilai kehadiran bioskop dapat membuka peluang besar bagi insan kreatif lokal. Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan kuliah umum di Aula Utama Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar.

Namun, Davi Abdullah, budayawan sekaligus pembuat film independen, menilai pandangan tersebut tidak relevan dengan dinamika budaya digital yang berkembang pesat.

“Bang Menteri Kebudayaan sepertinya tidak mengikuti perkembangan zaman. Kini kita hidup di era digital di mana orang lebih memilih menonton film melalui platform OTT (Over The Top) di rumah mereka, bukan lagi bergantung pada bioskop tradisional,” ungkap Davi dalam tanggapannya.

Menurut Davi, perubahan teknologi telah menciptakan pola konsumsi hiburan yang sangat berbeda dari masa lalu. Kehadiran layanan streaming seperti Netflix, Disney+, dan platform lokal lainnya memungkinkan penonton menikmati film kapan saja dan di mana saja.

“Orang-orang sudah berlomba-lomba menikmati hiburan melalui home cinema dan layanan streaming digital. Ini adalah perubahan besar mengonsumsi film dan hiburan secara umum dan mendunia,” ujar Davi Abdullah.

Davi juga mengingatkan bahwa mengukur kemajuan budaya di Aceh tidak semestinya hanya dilihat dari kehadiran bioskop.

“Tentang bioskop dan syariat Islam memang penting, tetapi kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa cara orang menonton film sekarang jauh lebih fleksibel. Banyak penonton kini memilih untuk menikmati film melalui platform digital,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa platform digital memberikan keuntungan besar bagi sineas, baik dalam hal distribusi karya maupun aksesibilitas bagi penonton di seluruh dunia. Menurutnya, paradigma konvensional bioskop mulai terpinggirkan oleh keunggulan teknologi baru.

“Dengan berkembangnya OTT, pembuat film dan penonton tidak lagi terkungkung oleh konsep bioskop konvensional. Platform digital memberikan peluang yang lebih luas untuk karya-karya film, tidak hanya dari segi distribusi, tetapi juga untuk memberikan akses yang lebih mudah kepada penonton di seluruh Indonesia, bahkan dunia,” jelas Davi.

Davi berharap kebijakan kebudayaan yang diambil pemerintah lebih visioner dan mampu mengakomodasi realitas digital. Ia mendorong Kementerian Kebudayaan untuk mempertimbangkan perubahan tren konsumsi film saat menyusun kebijakan pemajuan kebudayaan di Aceh dan Indonesia secara umum.

“Industri film harus bergerak seiring dengan perkembangan teknologi dan kebiasaan digital. Ini adalah kesempatan untuk mengembangkan industri film Indonesia agar semakin berkembang di kancah global,” tambahnya.

Lebih jauh, Davi menyatakan bahwa kebijakan budaya di Aceh semestinya tetap menjaga nilai-nilai tradisional, tetapi juga harus terbuka terhadap modernisasi. Kombinasi ini, menurutnya, akan memperkuat identitas budaya Aceh sekaligus memanfaatkan kebudayaan sebagai elemen pembangunan sosial dan ekonomi.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News