Stop Dramatisir IPAL Gampong Pande, Selesaikan dengan Objektif dan Ilmiah

Share

Minta DMDI jangan dengar sepihak tanpa adakan penelitian

Nukilan.id – Persoalan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berkembang sejauh ini sangat bertolak belakang dengan fakta sesungguhnya. Bahkan, terkesan diada-adakan untuk mendramatisir persoalan dan jelas-jelas jauh panggang dari api.

“Sejauh ini banyak beredar khabar yang tidak objektif terkait pembangunan IPAL Gampong Pande. Untuk itu, kita minta The Malay and Islamic World Organization/Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) yang telah menyurati Pemko Banda Aceh agar jangan mendengar penjelasan sepihak tanpa menunjukkan hasil penelitian yang ilmiah,” kata koordinator Gerakan Tangan Rakyat, Thahyatul Sofida kepada media, Sabtu (3/4/2021).

Padahal disisi lain, sambung Thayatul Sofida, Pemko Banda Aceh sudah sangat peduli dan komit terkait pemugaran situs sejarah, faktanya pada tahun anggaran 2021 dan 2022 Pemko sudah merencanakan alokasi untuk upaya menangani pemugaran situs sejarah itu sendiri.

Namun tentu, lanjutnya, tidak mungkin pemko segera memperhatikan situs sejarah secara menyeluruh karena anggaran yang dibutuhkan juga tidak sedikit.

Ia menyebutkan, pihaknya melihat adanya itikad baik dari Pemerintah Kota untuk melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Kota Banda Aceh. Apalagi, sejak kepemimpinan Aminullah, pada pertengahan 2017 lalu, pertama kalinya beliau telah menghentikan sementara proyek pengolahan limbah tersebut, dan meminta untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait penemuan benda bersejarah di kawasan Gampong Pande.

“Perlu dicatat bahwa dari 2017 sejak dihentikan Aminullah, hingga saat ini belum ada pembangunan sama sekali. Bahkan yang jangan dilupakan bahwa ini projek kementerian PUPR yang bersumber dari APBN bukan APBK,” ujarnya.

“Sehingga sangatlah jelas bahwa polemik yang akhir-akhir ini seakan sengaja didramatisir tanpa memperhatikan duduk persoalan sebenarnya. Bahkan terkesan ada oknum yang sengaja berkoar-koar, sementara setiap diskusi persoalan IPAL pihaknya tak pernah menghadiri. Katakan saja salah satunya pimpinan Darud Donya Aceh Cut Putri yang selama ini berkoar-koar persoalan IPAL, semestinya lebih bijaksana tentunya jika yang bersangkutan datang ke DPRK membawa dokumen penilitian lengkap sebagai data pembanding sehingga persoalan IPAL ini tidak sebatas koar-koar namun ada solusinya,” sambungnya.

Thahyatul menyebutkan, pihaknya telah mendengar langsung bahwa Pemko Banda Aceh telah meneken surat minat penyelamatan situs sejarah dengan pihak pusat, melalui Dinas PUPR, bahkan juga sudah ada master plan, hingga syarat-syarat yang diajukan apabila kementerian PUPR RI tetap melanjutkan proyek ini.

“Kami juga yakin oknum yang selama ini menggiring opini negatif terlalu banyak omong kosong, tidak punya data penelitian bahkan tak pernah melihat master plannya. Kondisi ini tentunya sangat disayangkan, karena hanya bisa memancing di air keruh,” ujarnya.

“Kalau kita mau lebih jujur, sejak pembangunan IPAL dihentikan oleh Walikota Aminullah pada 2017 silam, kemana para pihak yang katanya peduli sejarah seperti Darut Donya, apakah ada menyurati atau mendaftarkan situs sejarah yang ditemukan ke BPCB untuk dilakukan penelitian dan ditetapkan sebagai cagar budaya. Tidak adakan? Jadi bisa dikatakan bahkan kepedulian pemerintah terhadap situs sejarah ini lebih tinggi daripada pihak yang berkoar-koar itu sendiri. Tentu ini menyedihkan,” ucapnya.

Menurut Gerakan Tangan Rakyat, Jika ada pihak yang mengatakan di Gampong Pande itu di bangun proyek pembuangan tinja, itu tentunya salah besar, karena IPAL itu mengolah limbah jadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan lagi. Yang keluar nanti air bersih.

“IPAL adalah sistem pengolahan air limbah. Masuk berupa tinja, ada sekat bakteri dan berupa air kotor, dan di kompartemen ke tiga itu berupa air kotor, dan ke empat itu sudah jadi air bersih yang bisa kita cuci muka malahan. IPAL bukan septic tank. Jadi ayo kita bahas dengan data secara sehat, bukan provokatif dan hanya mendramatisir keadaan,”tambahnya.

Masih kata Thahyatul, IPAL di kawasan Gampong Pande lingkungannya hanya 3 hektar, bangunannya 3000 m. Dan penemuan enam nisan ‘bersejarah’ juga telah dipindahkan sesuai dengan syariat Islam.

“Ayo kita lihat lebih jernih, luas Gampong Pande itu puluhan hektar dan tidak semua lokasi IPAL itu hanya 3 (tiga) Ha dan bangunannya hanya 3000 meter. Inikan seperti segelas kopi diatas sebuah meja, kita tidak bisa katakan semua meja itu isinya kopi. Apalagi, sudah ada pemetaan dan penelitian oleh ahli di bidangnya yang bertujuan agar kalaupun pembangunannya dilanjutkan situs sejarah tetap terselamatkan,” terangnya.

“Untuk menggali data arkeologi ada beberapa sistem yang diterapkan. Pertama itu Survey lapangan, kemudian survey bawah tanah, dan ada juga survey bawah air. Tentunya juga menggunakan alat sederhana hingga modern. Jadi, jika ada pihak lain yang punya hasil penelitian ilmiah silahkan bawa ke lembaga legislatif yakni DPRK Banda Aceh, sampaikan aspirasinya, itu lebih ideal dan bijaksana,” imbuhnya.

Yang jelas, kata Thahyatul, menurut  kacamata pihaknya sebagai civil society, bahwa mendatangkan uang dari pusat ke Banda Aceh ini tidak mudah. Mempercantik Banda Aceh ini tidak mudah dan memerlukan dana yang besar.

“Kita harus dewasa menyikapi polemik ini. Stop upaya mendramatisir dan mempolitisir persoalan IPAL Gampong Pande, selesaikan dengan objektif dan ilmiah, ” tegasnya.

Gerakan tangan rakyat juga menghimbau pihak-pihak tertentu untuk tidak memaksakan kehendak.

“Jangan sampai tanpa adanya data penelitian sebagai pembanding, tanpa pernah melihat master plan, tanpa pernah mau menghadiri diskusi malah memaksakan kehendak agar suatu pembangunan tidak dilaksanakan. Sikap arogan dan memaksakan seperti ini tentunya akan merugikan masyarakat,” pungkasnya.[]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News