Sosiolog Aceh Minta Pemda Gunakan Data Empirik untuk Cegah Pengemis Menjamur

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Sosiolog Aceh, Dr. Masrizal, menilai bahwa kemunculan pengemis dan pengamen di Aceh harus dibaca sebagai sinyal kegagalan sistemik dalam pemberdayaan masyarakat di tingkat paling bawah. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya kehadiran pemerintah dalam merespons situasi ini secara serius dan terstruktur.

“Pemerintah perlu serius menggali potensi-potensi lokal yang ada di masyarakat. Setiap gampong (desa) di Aceh sebaiknya memiliki data profil yang menggambarkan potensi masing-masing secara akurat,” ungkapnya saat diwawancarai Nukilan.id pada Minggu (1/6/2025).

Menurutnya, pengumpulan data tersebut tidak hanya berhenti pada aspek potensi ekonomi semata, namun juga harus mencakup dimensi sosial dan kultural dari masyarakat setempat. Hal ini penting agar program yang dirancang tidak bersifat seragam, melainkan kontekstual dan tepat sasaran.

“Selain itu, diperlukan pula pemetaan sosial di setiap daerah untuk memahami karakter dan mentalitas masyarakat secara lebih menyeluruh,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa pendekatan kebijakan yang berbasis pemetaan sosial akan mampu mengenali beragam pola tantangan yang dihadapi masyarakat, baik di wilayah pesisir, pegunungan, maupun perkotaan.

“Mentalitas dan tantangan sosial antara satu daerah dan daerah lain bisa sangat berbeda, sehingga pendekatannya pun harus disesuaikan,” katanya lagi.

Dalam konteks pembangunan daerah, Masrizal menyayangkan masih minimnya penggunaan data empirik dalam perencanaan pembangunan. Padahal, data tersebut sangat penting untuk memastikan arah pembangunan tidak menyimpang dari kebutuhan riil masyarakat.

“Pemerintah daerah, terutama para bupati dan walikota, harus menjadikan pemetaan sosial sebagai dasar dalam menyusun kebijakan,” ungkap akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala tersebut.

Ia juga mengingatkan bahwa Aceh hingga kini masih menyandang status sebagai salah satu daerah termiskin di Pulau Sumatra. Kondisi ini menurutnya menuntut kebijakan yang lebih berbasis bukti dan bukan sekadar rutinitas administratif belaka.

“Penting untuk menggunakan data-data empirik agar pembangunan masyarakat Aceh benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan. Apalagi Aceh hingga kini masih menyandang status sebagai salah satu daerah termiskin di Sumatra,” jelasnya.

Masrizal juga mengkritik penyusunan dokumen perencanaan pembangunan yang selama ini cenderung formalistik dan tidak mengakar pada dinamika sosial masyarakat.

“Oleh karena itu, dokumen perencanaan seperti RPJM harus benar-benar dirancang berdasarkan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar formalitas administratif,” pungkasnya.

Fenomena sosial yang kian kompleks seperti menjamurnya pengemis dan pengamen di Banda Aceh, menurut Masrizal, seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah untuk lebih responsif dan berbasis pada realitas lapangan. Tanpa itu, potensi daerah akan terus terkubur dan masalah sosial akan terus membesar tanpa solusi jangka panjang. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img

Read more

Local News