NUKILAN.id | Banda Aceh — Fenomena pernikahan anak di Provinsi Aceh masih menjadi sorotan serius. Sepanjang 2024, Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat sebanyak 650 anak mengajukan permohonan dispensasi kawin. Permohonan ini terkait dengan izin menikah bagi anak di bawah usia minimum 19 tahun, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. Drs. H. Rafi’Uddin, MH, melalui Panitera Muda Hukum Hermansyah, SH., mengungkapkan jumlah permohonan dispensasi kawin pada 2024 hampir sama dengan tahun sebelumnya. Data tersebut menunjukkan bahwa praktik ini masih menjadi tantangan besar dalam upaya menekan angka pernikahan dini di provinsi tersebut.
“Dalam setiap jenis perkara, ada pertimbangan yang spesifik. Tidak ada instrumen untuk menggeneralisir keputusan hakim, karena setiap perkara memiliki karakteristik yang berbeda,” kata Hermansyah saat diwawancarai, Jumat (10/1/2025).
Ia menjelaskan bahwa dispensasi kawin hanya diberikan dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak sesuai dengan prinsip ultimum remedium, atau langkah terakhir ketika tidak ada solusi lain yang dapat diambil. Namun demikian, dari 650 permohonan yang diajukan sepanjang tahun lalu, sebanyak 555 perkara dikabulkan.
Takengon tercatat sebagai wilayah dengan jumlah permohonan tertinggi, mencapai 118 perkara. Lhoksukon menyusul dengan 113 perkara. Sebaliknya, Sabang menjadi daerah dengan permohonan paling sedikit, yakni hanya dua perkara.
Hermansyah juga menyoroti bahwa penyebab di balik pengajuan dispensasi kawin sangat beragam.
“Karena setiap perkara punya spesifik tersendiri, apakah karena keinginan orang tua atau pergaulan bebas, makanya kita tidak bisa mengambil kesimpulannya,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya analisis kasus per kasus untuk memahami motif di balik setiap permohonan, mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Mahkamah Syar’iyah terus berkomitmen menegakkan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis bagi anak yang terlibat.
Fenomena tingginya permohonan dispensasi kawin di Aceh memunculkan kembali urgensi untuk memperkuat program pencegahan pernikahan dini. Peningkatan literasi hukum dan pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja menjadi langkah strategis yang diharapkan mampu menekan angka permohonan serupa di masa mendatang.
Editor: Akil