Nukilan.id – Sampah plastik di laut sangat mengkhawatirkan. Studi terkini menunjukkan kebocoran sampah plastik ke laut mencapai 8 juta ton per tahun. 5 Dari 10 negara penyumbang kebocoran plastik berasal dari negara-negara di Asia Tenggara.
“Lima dari 10 negara penyumbang kebocoran plastik tersebut berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia,” kata Teknikal Advisor Research Management UNDP Indonesia, Abdul Wahid Situmorang.
Meski begitu, Abdul mengatakan saat ini pemerintah Indonesia mulai memberikan perhatian lebih dalam penanganan sampah plastik di laut. Tercermin dari dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2019 tentang Penanganan Sampah Laut. Pemerintah bersama para pihak yang terlibat mengkampanyekan penggunaan tas belanja guna ulang.
Konselor Kedutaan Norwegia, Bjornard Dahl menilai inovasi tersebut merupakan terobosan yang baik. Terlebih dampaknya bukan hanya untuk lingkungan tetapi juga pada sektor perekonomian nasional.
Berikut fakta terbaru mengenai sampah plastik di Indonesia
1. Tren Belanja Online Selama Pandemi Tingkatkan Sampah Plastik
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono menekankan, perlu adanya pembicaraan lebih lanjut untuk mencari solusi terbaru akibat melonjaknya penggunaan plastik selama pandemi Covid-19. Terutama dari kegiatan belanja online.
“Sudah lebih dari satu tahun kita berada dalam situasi yang tidak biasa sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Seperti kita ketahui, perilaku belanja masyarakat sudah bergeser dari offline ke online membuat masyarakat dan pelaku usaha cenderung menggunakan lebih banyak plastik dibandingkan pada waktu sebelumnya,” bebernya dalam acara FGD bertajuk: Bicara Soal Plastik di Masa Pandemi Covid-19.
Veri bilang, tingginya penggunaan plastik di aktivitas belanja online tak lepas dari keinginan produsen dan konsumen yang sama-sama ingin memastikan kondisi produk, khususnya makanan tetap terjaga kebersihannya agar terhindar dari paparan virus mematikan asal China itu. Sehingga plastik dinilai sebagai media yang tepat untuk melindungi produk yang diterima konsumen untuk tetap higienis sekaligus tidak rusak.
“Ini menjadi dilema, seperti kita ketahui dengan penggunaan plastik pelindung yang dimaksudkan agar produk tidak rusak seperti bubble wrap dan untuk pengemasan makanan dengan plastik melalui aplikasi online. Nah, ini semua demi menjaga kehigienisan makanan dan sebagainya,” terangnya.
Maka dari itu, dia menyerukan untuk pentingnya pembicaraan lebih lanjut antar pemangku kepentingan terkait untuk mencari solusi atas permasalahan anyar ini. Menyusul situasi tidak biasa yang dihadapi oleh regulator guna menekan konsumsi plastik sekaligus memastikan produk yang diterima konsumen dari belanja online tetap dalam keadaan tetap higienis.
“Ini yang perlu kita bicarakan bersama. Semua kami harapkan dalam rangka mencari solusi yang terbaik agar konsumen menerima barang dengan baik dan aman, namun tidak merusak lingkungan,” kata dia.
2. Pengelolaan Sampah Buka Lebih dari 120.000 Lapangan Kerja Baru
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan penerapan ekonomi sirkular melalui pengelolaan sampah bisa membuka lebih dari 120.000 lapangan kerja baru.
“Penerapan eko sirkular dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat membuka lapangan kerja lebih dari 120.000 lapangan kerja baru dengan industri daur ulang dan 3,3 juta pekerja informal pendukung,” katanya dalam peluncuran Packaging Recovery Organization/PRO Indonesia yang ditayangkan secara daring di Jakarta.
Luhut mengatakan, pemerintah saat ini sangat peduli terhadap pengelolaan sampah plastik. Pemerintah bahkan berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang tidak biasa serta menerapkan pendekatan sistem dalam memerangi sampah plastik serta polusi yang ditimbulkannya.
Pemerintah beberapa waktu lalu telah meresmikan program pengolahan sampah dengan metode Refuse Derived Fuel (RDF) di Cilacap, Jawa Tengah. “Kita mau bikin RDF seperti itu 10 lagi di kota-kota yang sampahnya di bawah 200 ton per hari. Karena sampah ini menimbulkan macam dampak penyakit, kesehatan dan sebagainya,” katanya.
Luhut mengatakan perlu kolaborasi antara pemerintah, publik, dan swasta dalam upaya menangani masalah sampah plastik di Indonesia. Pemerintah juga menargetkan untuk bisa mengurangi 70 persen sampah plastik pada 2025.
“Pemerintah akan membuat apa saja untuk kita bisa menyelesaikan bersama-sama. Tidak bisa hanya pemerintah, pihak swasta pun terlibat dalam hal ini. Oleh karena itu, saya titip betul ke bapak ibu sekalian, yang sudah mulai ini ayo kita sama-sama menuntaskannya,” katanya [Merdeka.com]