Safriandi: Rekonsiliasi Adalah Soal Kehendak, Bukan Sekadar Prosedur

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh — Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Rekonsiliasi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Safriandi, mengungkapkan bahwa proses rekonsiliasi sejatinya bukan sekadar mekanisme administratif, melainkan berakar dari kehendak tulus semua pihak yang terlibat.

Dikutip Nukilan.id pada 9 Mei 2025, Safriandi menekankan bahwa kunci utama dalam proses tersebut adalah kehendak, bukan sekadar aturan atau struktur kelembagaan.

“Sebetulnya ini kehendak. Katakanlah kalau tadi rulenya KKR kan ada data yang masuk ke kita, kita analisis. Nah, kita pelajari di lapangan, kita jumpai lagi, kita tanyakan kembali bagaimana sudah situasi sekarang,” ungkap Safriandi.

Ia menekankan bahwa pendekatan KKR tidak berhenti di meja kerja, tetapi melibatkan keterlibatan langsung di lapangan. Tim KKR akan turun untuk memverifikasi situasi korban secara langsung, termasuk kebutuhan mereka terhadap pemulihan.

“Nah, ketika itu terkonfirmasi bahwa korban butuh difasilitasi untuk bisa pemulihan, kita akan datang dan kita fasilitasi gitu,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Safriandi menuturkan bahwa dalam proses rekonsiliasi, KKR Aceh menerapkan pendekatan dialog melalui tokoh-tokoh netral yang dihormati oleh kedua belah pihak. Tokoh ini berperan sebagai jembatan untuk membangun kembali komunikasi dan kepercayaan antara korban dan pelaku.

“Kita berbicara lagi dengan para pihak. Kita di KKR ada istilah mediator. Mediator ini ada tokoh masyarakat yang bisa didengar oleh kedua belah pihak, dan dia netral. Kemudian menyatukan persepsi untuk ayo kita jabat tangan lagi,” katanya.

Pernyataan Safriandi menggambarkan bahwa rekonsiliasi di Aceh tidak hanya mengandalkan perangkat formal kelembagaan, tetapi juga bertumpu pada relasi sosial, nilai-nilai lokal, dan peran serta masyarakat secara aktif. Pendekatan ini dinilai penting untuk membangun perdamaian yang berkelanjutan pascakonflik. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img

Read more

Local News