Rupiah Terus Melemah, Tembus Rp 16.117 per Dolar AS di Hari Keempat Lebaran 2024

Share

NUKILAN.id | Jakarta – Pada hari keempat Lebaran, Sabtu (13/4/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dilaporkan melemah dan berhasil menembus level Rp16.000.

Berdasarkan data dari Google Finance, rupiah saat ini berada di posisi Rp 16.117,80, naik dari level sebelumnya Rp16.002 pada Rabu (10/4/2024). Meskipun demikian, laporan perdagangan Jumat pekan sebelumnya (5/4/2024) menunjukkan rupiah menguat 44 poin atau 0,28% ke level Rp15.848, seiring dengan indeks dolar yang naik 0,11% ke level 104,010.

Kondisi ini terjadi seiring dengan kejutan di pasar global atas data inflasi bulan Maret di Amerika Serikat.

Dilansir dari Reuters pada Kamis (11/4/2024) lalu, Consumer Price Index (CPI) AS meningkat lebih dari perkiraan konsensus pada bulan tersebut. Masyarakat di Negeri Paman Sam terus membayar lebih untuk biaya bahan bakar dan sewa perumahan, yang berdampak pada keputusan pasar keuangan untuk mengantisipasi penundaan kebijakan pemangkasan suku bunga oleh The Fed hingga September 2024 mendatang.

Chief Market Strategist Carson Group, Ryan Detrick, mengemukakan bahwa data inflasi yang kuat membuat investor mempertimbangkan aksi jual.

“Kekecewaan itu menyebabkan penolakan tidak hanya pada potensi waktu penurunan suku bunga pertama tetapi juga berapa banyak penurunan suku bunga yang akan kita dapatkan,” jelasnya.

Sebelumnya, Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menyampaikan bahwa ketidakpastian terkait arah suku bunga global terus meningkat, seiring dengan sikap bank sentral utama dunia yang cenderung berbeda dalam menentukan arah kebijakan moneter.

European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) memberikan sinyal dovish, sementara Swiss National Bank (SNB) dan Bank of Japan (BoJ) menunjukkan kebijakan yang berbeda.

Meski demikian, The Fed pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir mengoreksi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi inti AS pada 2024, menunjukkan ketahanan ekonomi yang relatif solid.

Namun, keputusan moneternya ke depan akan tetap bergantung pada perkembangan indikator ekonomi terkini.

Sentimen risiko di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, kembali meningkat. Pasar obligasi Indonesia mencatatkan net outflow secara year-to-date, dengan banyak investor memindahkan portofolio ke aset safe-haven, memicu capital outflow dan pelemahan mata uang Asia, termasuk rupiah.

Indonesia juga dihadapkan dengan risiko kembalinya twin deficit, dengan surplus neraca dagang yang terus menyusut seiring normalisasi harga komoditas dan melemahnya ekonomi China.

Dari sisi fiskal, terjadi ketidakpastian terkait program-program pemerintah yang dianggap cukup agresif, yang dapat mendorong peningkatan belanja negara.

Kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) terus menurun sejak awal tahun, mempengaruhi keputusan Bank Indonesia (BI) dalam menentukan waktu dan besaran pemotongan BI rate.

Risiko inflasi yang meningkat, terutama dari harga pangan, kemungkinan akan membuat BI mempertahankan BI rate pada level saat ini, dengan peluang pemangkasan diperkirakan terjadi pada paruh kedua 2024.

Reporter: Akil Rahmatillah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News