NUKILAN.id | Banda Aceh – Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Aceh menduduki posisi teratas dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Menurut Riswati, seorang aktivis perempuan dan anak, angka tersebut mencerminkan betapa seriusnya persoalan kekerasan yang dialami perempuan dan anak di provinsi ini.
“Kasus kekerasan ini adalah persoalan yang sangat komprehensif. Tidak hanya negara yang bertanggung jawab, tetapi semua pihak harus terlibat dalam penanganannya,” ujar Riswati dalam wawancara eksklusif dengan Nukilan.id, Jumat (13/12/2024).
Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya isu hukum, tetapi juga menyentuh berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga masyarakat luas.
“Beberapa wilayah di Aceh masih memandang kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Bahkan, bagi korban yang ingin melapor, mereka khawatir akan mendapat stigma. Terutama perempuan, yang sering kali disalahkan seolah-olah mereka tidak bisa menjaga diri,” tambah Riswati.
Riswati menegaskan pentingnya adanya perubahan pola pikir di masyarakat, agar korban kekerasan dapat mendapatkan dukungan dan perlindungan, bukan justru dihukum atau dikucilkan. Dia berharap ke depan ada upaya yang lebih intensif dalam memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya melawan kekerasan, serta menyediakan saluran yang aman bagi korban untuk melapor.
Menurutnya, penanganan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat akan mempercepat tercapainya perubahan sosial yang lebih baik, di mana kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam beberapa tahun terakhir, Aceh memang telah berupaya keras untuk menanggulangi masalah kekerasan ini. Namun, untuk mencapai perubahan yang signifikan, dibutuhkan kolaborasi yang lebih kuat antar semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
“Ini adalah perjuangan bersama. Tidak ada satu pihak pun yang bisa menangani masalah ini sendirian,” tutup Riswati.
Pemerintah Aceh bersama berbagai lembaga pendukung kini tengah memperkuat berbagai program untuk menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, seperti yang ditekankan Riswati, tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat, masalah ini akan sulit untuk teratasi secara menyeluruh. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah