NUKILAN.id | Banda Aceh – mbahasan mengenai implementasi Restorative Justice dalam perkara jinayat di Aceh menjadi sorotan utama pada acara Pembahasan dan Uji Publik yang digelar di Hotel Hermes, Banda Aceh. Taqwaddin, Hakim Ad Hoc Tipikor dari Pengadilan Tinggi Banda Aceh, menyuarakan pentingnya pengangkatan Hakim Ad Hoc Jinayah di setiap Mahkamah Syariah Kabupaten/Kota serta tingkat banding Mahkamah Syariah Aceh.
“Dalam konteks kekurangan hakim di beberapa Mahkamah Syariah, usulan ini didasarkan pada Pasal 135 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang memungkinkan pengangkatan melalui Mahkamah Agung atas usulan Mahkamah Syariah Aceh,” ungkap Taqwaddin.
Diskusi juga menyoroti penerapan Restorative Justice, yang menurut Taqwaddin telah menjadi bagian budaya hukum masyarakat Aceh dalam penyelesaian konflik secara adat. “Riset yang kami lakukan pada 2012, yang didukung oleh UNDP, menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap penyelesaian sengketa secara adat mencapai lebih dari 90%,” tambahnya.
Menyikapi hal ini, Dr. Munir, Hakim Tinggi Mahkamah Syariah Aceh, menegaskan perlunya penambahan Hakim Ad Hoc Jinayah untuk menangani kompleksitas perkara jinayat yang semakin meningkat. “Saya mendukung usulan untuk seleksi ketat tokoh-tokoh berintegritas dalam Hukum Jinayah, yang tunjangan kehormatannya dapat dibiayai dari APBA,” katanya.
Pembahasan ini menggarisbawahi perlunya langkah konkret dalam mewujudkan keadilan di Aceh, baik melalui litigasi maupun non-litigasi, guna memastikan keadilan yang menyeluruh bagi semua pihak terkait.
Editor: Akil