Nukilan.id – Keputusan Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO) per 28 April 2022 mendatang menuai kontroversi, pasalnya menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh Rafli, kebijakan itu bersifat emosional jangka pendek, sudah dipraktekan pada larangan batu bara dan hasilnya merugikan.
“Bukan solusi, perlu di evaluasi. Kasusnya serupa kebijakan Stop ekspor batu bara, sangat terkesan emosional, akhirnya rugi. Bila kegiatan ekspor minyak goreng dilarang, maka industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi. Jangan sampai Larangan kebutuhan ekspor Minyak Goreng mengkibatkan kerugian” kata Rafli dalam keterangan tertulis kepada Nukilan.id Minggu (24/04/2022).
Rafli mengatakan, untuk saat ini yang lebih mendesak ialah,” Pemerintah perlu mengakomodir siklus perdagangan CPO, bukan serta merta stop ekspor, itu bukan solusi menyeluruh”.
Sedangkan Data produksi minyak goreng tahun 2021 mencapai 20,22 juta ton, sebanyak 5.07 ton (25,05%) digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan 15,55 juta ton (74,93%) di ekspor. Berdasarkan presentase tersebut surplus produksi sangat besar. Jelasnya
Menurutnya, kebijakan ekspor, hanya perlu diseimbangkan dengan mekanisme subsidi minyak goreng dalam negeri dengan pola Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang sudah diatur.
Hal tersebut sudah dipraktekan negara tetangga malaysia, mereka penghasil CPO kedua di dunia, dengan harga minyak goreng Rp 8.500/kg. Bandingkan, Indonesia sebagai pengahasil minyak goreng no 1 dunia, harga relatif lebih mahal.
Sebagai anggota Legislatif di Komisi VI, Rafli menyarankan “Sebaiknya kita duduk bersama dulu dengan para produsen minyak goreng untuk evaluasi kebijakan ini, bila perlu studi banding. Ingat, komoditi ekspor berkontribusi besar bagi devisa,” Tegasnya.
Oleh karena itu, ia juga mengusulkan agar menjaga stabilitas harga, setiap Daerah pengasil kelapa sawit harus ada pabrik pengolahan minyak goreng. Disisi lain ada 3 Perusahaan besar BUMN tbk penghasil minyak goreng, semestinya Pemerintah mampu bikin harga lebih murah” tuturnya.