Nukilan.id – Pengurus Daerah (PD) Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Aceh menyambut baik dan mendukung rencana Pemerintah Kota Banda Aceh dalam melahirkan qanun tentang Penyelenggaraan Perpustakaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PD IPI Aceh, Nazaruddin Musa MLIS LIS saat memberikan pandangannya pada acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRK Banda Aceh terkait pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Kota Banda Aceh Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perpustakaan, Selasa (27/7/2021) di Gedung DPRK Banda Aceh.
Dalam pertemuan tersebut, Nazaruddin Musa menyampaikan beberapa pandangannya, pertama sebagai organisasi profesi tempat berhimpunnya Pustakawan.
IPI Aceh, kata dia, sangat menyambut baik dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Komisi I DPRK Banda Aceh atas inisiatif serta semangat dan komitmen dalam menginisiasi dan melahirkan qanun tentang Penyelenggaraan Perpustakaan dalam waktu tiga bulan kedepan.
“IPI Aceh menyatakan siap sedia membantu segala sesuatu yang diperlukan untuk kesempurnaan Qanun ini nantinya,” kata Nazaruddin Musa.
Kedua, terkait dengan kajian naskah akademis ia menekankan pentingnya memperhatikan landasan filosofis, sosiologis, yuridis dan modernis.
Menurut Nazar, landasan filosofis perpustakaan sebagaimana tercantum dalam lima hukum perpustakaan yang dikemukakan oleh Shiyali Ramamrita Ranganathan: Hukum pertama buku adalah untuk digunakan (Books are for use).
“Artinya koleksi perpustakaan harus diberi diakses oleh pemustaka,” terangnya.
Hukum kedua, setiap pembaca ada bukunya (Every reader his or her book) dalam pengertian layanan perpustakaan harus demokratis. Pustakawan harus menghargai perbedaan bacaan setiap orang dimana setiap orang memiliki selera yang berbeda mengenai buku yang mereka pilih.
“Untuk itu qanun harus menjamin tersediannya koleksi yang relevan dengan kebutuhan setiap pemustaka,” tegas Nazar.
Hukum ketiga, Setiap buku ada pembacanya(Every book its reader), Dalam kaitan ini, produk qanun nantinya tidak boleh mengabaikan aspek minoritas atau kecilnya demografis pemustaka.
Hukum keempat adalah menghemat waktu pembaca (Save the time of the reader). Ini berarti qanun harus memastikan aspek efektifitas dan efisiensi sehingga semua pemustaka harus dapat dengan mudah menemukan koleksi perpustakaan yang mereka inginkan.
Hukum kelima, Perpustakaan adalah organisme yang tumbuh (library is a living organism). Hukum kelima ilmu perpustakaan, mengisyaratkan pentingnya qanun menjamin perpustakaan harus menjadi institusi dinamis yang tidak pernah statis.
“Artinya, qanun harus memberi kelonggaran kepada pengelola perpustakaan untuk mengembangkan kreativitasnya sehingga dapat menghasilkan layanan perpustakaan yang inovatif sesuai tuntutan zaman,” ungkap Nazar.
Selanjutnya, ia menjeladkan bahwa, landasan sosiologi yang dimaksudkan disini adalah Aceh memiliki kekayaaan historis yang sangat besar dibandingkan daerah lain. Oleh karena itu kehadiran qanun ini harus mampu menyelamatkan sekaligus mempromosikan aset sejarah yang sangat penting ini.
“Qanun perpustakaan Kota Banda Aceh ini juga memiliki landasan yuridis yang kuat. Selain memiliki payung yuridis umum yaitu Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang perpustakaan, Aceh juga memiliki keistimewaan untuk membuat undang-undang tersendiri yang disebut qanun, seperti qanun ini,” katanya.[]
Adapun landasan modernis yang dimaksudkan adalah qanun harus berbasis modernitas seiring perkembangan teknologi informasi. Qanun perlu memberi jaminan bahwa layanan perpustakaan di kota Banda Aceh nantinya selalu up-to-date sesuai prinsip-prinsip kekinian.
Poin terakhir yang disampaikan Nazar adalah perlu penegasan secara regulasi tentang pemanfaatan sumber daya pustakawan professional atau lulusan Ilmu perpustakaan di setiap unit layanan perpustakaan di Kota Banda Aceh.
“Aspek-aspek tersebut di atas sangat penting diperhatikan mengingat qanun yang disahkan nanti bertujuan untuk menjamin pengelolaan dan pengembangan perpustakaan di Kota Banda Aceh secara berkualitas, terintegrasi, dan berkesinambungan,” kata Nazar.