Prof Didin Soroti Program Ekonomi Prabowo: Harus Jadi Subject of Control

Share

NUKILAN.ID | JAKARTA – Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (ASPRINDO), Prof Didin, menilai sejumlah program ekonomi era Presiden Prabowo Subianto perlu diawasi secara ketat agar benar-benar menyejahterakan rakyat.

Menurutnya, selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, strategi big push yang berfokus pada pembangunan infrastruktur justru meninggalkan rakyat. Sementara pada masa Prabowo, meski mengusung ekonomi kerakyatan, permasalahan mendasar belum sepenuhnya teratasi.

“Ada MBG yang sudah menyedot Rp171 triliun, walaupun yang direalisasikan baru Rp4,4 triliun. Lalu Koperasi Desa Merah Putih yang dinyatakan akan hadir di lebih dari 80 ribu desa untuk mendorong pergerakan ekonomi rakyat di pedesaan dengan pendampingan. Kalau itu berjalan, maka itu sangat bagus. Namun yang jadi pertanyaan, apakah SDM yang ada di desa itu memadai untuk mengelola koperasi desa dengan 6 outletnya itu. Managementnya bagaimana?” ujarnya.

Prof Didin mengingatkan bahwa koperasi harus tetap mengedepankan prinsip gotong royong, bukan sekadar entitas liberal. Ia meragukan kemampuan sebagian anggota koperasi desa dalam mengelola dana Rp2 hingga Rp5 miliar yang disalurkan pemerintah.

“Kalau program Koperasi Desa dijalankan dengan pendampingan dalam ketrampilan manajemen serta penyadaran ruh koperasi, maka itu bisa menimbulkan multiflier effect yang besar di pedesaan. Ada anggaran besar yang masuk ke desa. Lalu bagaimana pengawasannya? Jika tidak dibimbing dengan baik, maka akan berujung pada kredit macet. Perhitungan yang ada menyatakan nilai kredit macetnya bisa mencapai Rp85 triliun dalam 5 tahun. Ini bukan sinisme ya, tapi masukan pada pemerintah. Agar risiko itu bisa dimimalisir,” jelasnya.

Hal serupa ia sampaikan untuk program Sekolah Rakyat. Menurutnya, pemerintah sebaiknya memperkuat sekolah inpres yang sudah ada di pedesaan, ketimbang membangun program baru dengan sistem gratis yang berpotensi mematikan sekolah lama.

“Masalah sekolah-sekolah itu ditinggalkan, karena kurangnya fasilitas, kurangnya guru, kurikulumnya tidak berkembang. Lalu kenapa tidak memperbaiki yang ada. Renew saja harusnya. Saya khawatir, dengan sistem gratis pada Sekolah Rakyat, akan semakin mematikan sekolah inpres yang kondisinya semakin memburuk,” katanya.

Prof Didin juga menyoroti konsep Danantara, gagasan mendiang Soemitro Djojohadikusumo yang mengedepankan state-led development. Ia mengingatkan, sistem ini hanya akan berhasil jika didukung politik yang bersih dari transaksi dan kebocoran.

“Negara-negara Skandinavia dan Jepang berhasil dengan sistem tersebut. Yang perlu ditekankan, sistem ini membutuhkan sistem politik yang tidak transaksional. Sistem yang tidak mengizinkan kebocoran sedikit pun. Sementara, dari hasil penelitian saya, kebocoran APBN saat ini mencapai 40 hingga 57 persen. Lebih bocor dibandingkan era Soeharto. Kalau mau berhasil, pemerintah harus serius memberantas korupsi,” tegasnya.

Menurutnya, Soemitro pernah mendorong pemilihan enam BUMN terbaik sebagai alat kesejahteraan rakyat. Ia menilai konsep sovereign wealth fund seperti Danantara berpotensi luar biasa, asalkan tidak menyimpang dari amanat UUD 1945.

“Dana abadi negara yang bersumber dari aset dan omset dari sekitar 1.000 BUMN dengan aset total Rp15.000 triliun yang diserahkan, atas dasar UU 1 Tahun 2025. Kemarin itu ada Rp90 triliun dividen BUMN yang diserahkan ke Danantara. Sebelumnya Rp80 triliun. Tambahan lagi, ada pernyataan dari politisi PDIP, bahwa Danantara meminjam 10 miliar Dollar ke Bank Asing. Pertanyaannya, kerugian mis-management Danantara kan tidak bisa dipidanakan, jadi kok seperti entitas swasta,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan apakah fungsi public service obligation (PSO) dan corporate social responsibility (CSR) BUMN akan tetap berjalan jika fokus beralih ke investasi melalui Danantara.

“Terlepas dari banyaknya kritik, tetap ada yang sampai ke rakyat. Dengan ada Danantara, apalah fungsi PSO dan CSR itu tetap melekat pada BUMN atau lebih berfokus pada investasi yang relasi pada kesejahteraan pada rakyatnya tidak terlihat. Saya berharap, Danantara ini tidak menyimpang dari UUD 1945. Tapi, kalau Danantara itu berhasil dikelola, seperti layaknya Temasek, maka itu sangat bagus,” ujarnya lagi.

Di akhir, Prof Didin menegaskan pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap seluruh program pemerintah, baik oleh presiden, DPR, maupun masyarakat.

“Pemerintah, rakyat, cendekiawan harus mengawasi seluruh program ini, agar benar-benar memberi kesejahteraan pada rakyat, jangan sampai bocor, kalau rugi harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan. Jangan sampai aset milik rakyat ini tidak perform,” tutupnya.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News