Praktisi Ungkap Alasan Barbershop Semakin Menjamur: Profesi Tukang Pangkas Nggak Bakalan Digantiin Robot

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dalam tiga tahun terakhir, usaha barbershop di Kota Banda Aceh mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Fenomena ini tak lepas dari meningkatnya kesadaran pria akan pentingnya penampilan, serta berkembangnya konsep barbershop yang kini tak sekadar tempat memangkas rambut, tetapi juga menjadi ruang nyaman untuk bersantai dan bercengkerama.

Hasil pengamatan Nukilan.id menunjukkan, tren ini turut dipengaruhi oleh budaya perawatan diri yang semakin kuat, pengaruh media sosial, serta pemulihan ekonomi pasca-pandemi yang mendorong munculnya berbagai usaha kreatif di sektor jasa, termasuk barbershop.

Untuk memahami lebih dalam fenomena tersebut, pada Rabu (15/10/2025) Nukilan.id mewawancarai Zikri Sabilillah, seorang praktisi barbershop di Banda Aceh yang telah menekuni profesinya sejak 2017. Dalam dua tahun terakhir, Zikri tak hanya menjadi tukang pangkas, tetapi juga merintis barbershop miliknya sendiri bersama beberapa rekan.

Ditemui di tempat usahanya, Zikri menceritakan alasan di balik keputusannya membuka barbershop.
“Kalau dari kami yang memang praktisi atau tukang pangkas, alasan kami membuka karena memang itu profesi. Kedua, untuk mencari pendapatan lebih,” ujarnya.

Menurut Zikri, profesi tukang pangkas memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap perubahan zaman. Ia menilai, meskipun teknologi berkembang pesat, profesi ini memiliki nilai yang tak tergantikan oleh mesin.
“Kenapa ini semakin menjamur, karena menurut saya tukang pangkas ini nggak bakalan mati ditelan jaman. Semaju apapun teknologi, ada robot, ada AI, nggak bakalan bisa gantiin tukang pangkas,” katanya dengan nada yakin.

Zikri bahkan menambahkan, kehadiran teknologi di masa depan sekalipun tak akan mampu menggantikan interaksi manusia yang menjadi bagian penting dari pengalaman memangkas rambut.

“Walaupun ada nanti alat atau robot yang bisa mangkas, saya optimis itu nggak bakalan gantiin orangnya, karena nggak dapat valuenya,” ujarnya.

Ia mencontohkan, barbershop bukan sekadar tempat potong rambut, melainkan ruang sosial tempat pelanggan merasa dihargai dan didengar.

“Kan nggak mungkin orang duduk dipangkas tapi nggak ada ngobrol. Kemudian kalau salah pangkas, mau ngomel sama siapa? sama robot?” katanya sambil tertawa.

Bagi Zikri, pekerjaan tukang pangkas tak berhenti di gunting dan sisir. Ia menyadari bahwa banyak pelanggan datang bukan hanya untuk merapikan rambut, melainkan juga mencari suasana hangat dan kesempatan untuk berbagi cerita.

“Hampir 10 tahun saya mangkas, nggak cuma masalah rambut. Tapi pelanggan itu juga ada yang datang cuma karena pengen cerita, curhat, nah disitu nilai lebihnya,” tuturnya.

Fenomena barbershop yang semakin menjamur di Banda Aceh, dengan para praktisi seperti Zikri di baliknya, menunjukkan bahwa bisnis ini tak sekadar soal tren atau gaya hidup. Lebih dari itu, ia menjadi cermin perubahan budaya pria urban yang kini melihat perawatan diri sebagai bagian dari keseharian, tanpa kehilangan sentuhan manusia yang menjadi jiwa dari sebuah barbershop.

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News