NUKILAN.id | Banda Aceh — Pengamat politik Aceh, Aryos Nivada, menyampaikan pandangan kritis dan mendalam terkait kompleksitas dinamika politik di Tanah Rencong. Dalam monolog berjudul Membaca Anatomi Politik Aceh yang ditayangkan melalui kanal YouTube @JalanAry, Aryos menegaskan bahwa politik Aceh tidak dapat dipahami dengan pendekatan linier seperti lazimnya politik di daerah lain. Pernyataan tersebut dikutip dari Nukilan.id, Kamis (17/4/2025).
“Kalau kita membicarakan tentang membaca lanskap atau anatomi politik Aceh, saya menyimpulkan sejak awal bahwa politik Aceh tidak bisa didefinisikan secara linear,” kata Aryos membuka analisisnya.
Menurutnya, politik di Aceh kerap kali menampilkan pola-pola yang tidak mudah ditebak. Permainan para elite politik lokal tidak mengikuti alur tetap yang bisa diprediksi, melainkan dipenuhi oleh berbagai keanehan yang kadang sulit dijelaskan secara rasional.
“Politik di Aceh tidak bisa dikatakan berada pada satu jalur utama yang menjadi pola permainan tetap dari elite politik lokal. Banyak keanomalian yang terjadi dalam dinamika politik Aceh, banyak hal-hal yang sulit dijelaskan secara logis justru terjadi dalam politik daerah ini,” ungkapnya.
Pengalaman panjang Aryos sebagai peneliti politik lokal di Aceh selama hampir dua dekade membuatnya semakin yakin bahwa memahami perilaku politik masyarakat Aceh bukanlah perkara mudah. Bahkan, hingga kini ia belum dapat merumuskan karakteristik pemilih secara pasti.
“Selama saya berkecimpung hampir dua dekade dalam meneliti politik lokal di Aceh, saya belum mampu membuat diagnosis baku terkait karakteristik pemilih di Aceh,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Aryos juga menyinggung relevansi literatur klasik dalam membaca realitas politik kekinian di Aceh. Ia menyebut bahwa meski karya-karya intelektual seperti Snouck Hurgronje, Denis Lombard, hingga Muhammad Said masih penting sebagai referensi awal, namun konteks hari ini telah banyak berubah.
“Kalau kita ingin memahami perilaku politik masyarakat Aceh, tentu kita bisa merujuk pada beberapa literatur seperti karya Snouck Hurgronje, Denis Lombard, atau Muhammad Said. Buku-buku tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk membaca karakter masyarakat Aceh secara sosiologis dan antropologis,” ucap Aryos.
Namun demikian, ia menegaskan pentingnya menyadari adanya perubahan besar dalam lanskap politik Aceh yang tidak lagi sepenuhnya relevan dengan kerangka berpikir lama.
“Namun yang ingin saya tekankan adalah bahwa saat kita membaca buku-buku tersebut dan membenturkannya dengan realitas hari ini, terjadi banyak pergeseran,” tuturnya.
Aryos melihat pergeseran ini sebagai sebuah dinamika hidup yang justru memperkaya karakter politik Aceh. Menurutnya, perubahan-perubahan ini menciptakan warna tersendiri dalam praktik politik lokal.
“Pergeseran politik inilah yang menurut saya menjadi dinamika yang hidup, dan itu pula yang memberi warna tersendiri dalam politik Aceh,” pungkasnya. (XRQ)
Reporter: Akil