NUKILAN.id | Banda Aceh – Polemik dugaan korupsi dan nepotisme di lingkup Kantor Cabang Dinas (Cabdin) Pendidikan Provinsi Aceh di Aceh Selatan telah mengguncang dunia pendidikan di daerah ini. Isu yang seharusnya tidak pernah ada dalam institusi pendidikan ini mencuat ke permukaan, membawa dampak buruk pada fokus utama dunia pendidikan—mencerdaskan generasi muda. Persoalan ini mendesak untuk segera diusut tuntas agar tidak mengganggu proses belajar mengajar siswa SMA dan SMK sederajat yang menjadi tanggung jawab utama Cabdin Pendidikan.
Sangat disayangkan bahwa sebuah instansi yang seharusnya menjadi motor penggerak peningkatan mutu pendidikan justru tersedot energinya oleh permasalahan internal. Ketika kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan mulai terguncang, perlu ada langkah konkret untuk memulihkan kembali integritas dan kredibilitas lembaga ini.
Perlu Evaluasi dan Audit Mendalam
Langkah pertama yang harus diambil adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kepala Cabdin Pendidikan Aceh Selatan, Annadwi, S.Pd. Pj. Gubernur Aceh melalui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh perlu segera menginstruksikan audit investigatif terhadap dugaan kasus yang mencuat. Apabila hasil evaluasi dan audit menunjukkan adanya bukti autentik terkait dugaan korupsi atau penyalahgunaan wewenang, sanksi tegas harus diberikan.
Tindakan tegas ini penting tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Lembaga pendidikan tidak boleh menjadi ladang subur untuk praktik-praktik yang menggerus integritas, seperti korupsi dan nepotisme.
Peran Kepala Sekolah: Mengungkap Fakta, Bukan Asumsi
Namun, dalam menyelesaikan polemik ini, kita juga perlu melibatkan pihak lain yang memiliki posisi strategis, yakni kepala sekolah tingkat SMA dan SMK sederajat. Sebanyak 46 kepala sekolah di Aceh Selatan diharapkan tidak takut untuk mengungkap fakta atau melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum pejabat Cabdin.
Keberanian untuk berbicara menjadi kunci. Namun, laporan yang diberikan harus didasarkan pada fakta dan data yang akurat, bukan sekadar asumsi atau opini belaka. Publikasi informasi yang tidak terverifikasi hanya akan memperkeruh suasana dan berpotensi merugikan pihak yang tidak bersalah.
Prinsip Praduga Tak Bersalah Harus Dijunjung Tinggi
Meski demikian, prinsip presumption of innocence atau praduga tak bersalah harus tetap menjadi landasan utama dalam menuntaskan kasus ini. Setiap pihak yang terlibat perlu diberi ruang untuk membela diri sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Pengadilan opini publik tanpa bukti yang kuat hanya akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
Mengusut tuntas kasus ini tidak hanya soal mencari siapa yang salah dan benar, tetapi juga memastikan bahwa lembaga pendidikan kembali menjalankan fungsinya dengan baik. Penyelesaian ini harus menjadi momen refleksi untuk memperbaiki sistem yang ada, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Pendidikan Adalah Prioritas Utama
Di atas segalanya, polemik ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Energi dan pikiran seluruh elemen Cabdin Pendidikan Aceh Selatan harusnya tercurah untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan terseret dalam drama internal yang menguras waktu dan tenaga.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas para pemangku kepentingan di dunia pendidikan Aceh Selatan. Apakah mereka mampu menjaga amanah untuk mendidik generasi muda dengan jujur dan bersih, atau justru terjebak dalam lingkaran kepentingan pribadi?
Semoga langkah evaluasi, audit, dan keberanian kepala sekolah dalam mengungkap fakta dapat menjadi awal pemulihan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan Aceh Selatan. Generasi muda kita layak mendapatkan sistem pendidikan yang bersih, transparan, dan penuh integritas. Jangan biarkan masa depan mereka tergadai oleh praktik-praktik kotor yang merusak tatanan pendidikan. (XRQ)
Penulis: Akil