NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Jamaluddin SH, MKn, meluapkan kemarahan atas pernyataan anggota DPR RI Benny Kabur Harman yang menyebut, “Sedikit-sedikit Helsinki.” Ucapan itu terekam dalam sebuah video dan kemudian menyebar luas di media sosial, memicu gelombang protes dari warga Aceh.
Jamaluddin menjadi salah satu tokoh Aceh yang turut menyuarakan ketidakpuasan. Dikutip Nukilan.id dari akun Facebook miliknya, pada Jumat (14/11/2025), ia menilai komentar Benny sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah panjang konflik Aceh.
“Sebuah ucapan yang menyayat luka warga Aceh. Di Aceh, tidak ada kata yang lebih sensitif daripada ‘Helsinki’,” tulisnya.
Pernyataan tersebut muncul saat Benny menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI dalam pembahasan RUU perubahan undang-undang pada Kamis (13/11/2025) di Jakarta. Video yang beredar menunjukkan anggota DPR RI dari Partai Demokrat itu berkata, “Sedikit-sedikit Helsinki, 20 tahun ini bikin apa?” Kalimat itu langsung memantik kemarahan publik Aceh dan menjadi bahan diskusi panas di ruang-ruang digital.
Bagi sebagian besar masyarakat Aceh, ucapan itu bukan sekadar keliru, melainkan telah menistakan memori kolektif penderitaan yang dialami selama puluhan tahun. Seorang warganet bahkan menulis komentar yang viral dengan judul “Aceh Tak Lupa Sejarah”: “Dia pikir Aceh baru 20 tahun berkonflik? Sejak zaman Sultan saja Aceh sudah berperang ratusan tahun. Dengan Republik pun Aceh berperang hampir 40 tahun.”
Jamaluddin, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, mengingatkan bahwa MoU Helsinki bukan sekadar dokumen politik, tetapi simbol lahirnya babak baru perdamaian Aceh setelah puluhan tahun konflik bersenjata. Ia menegaskan bahwa saat perjanjian itu diremehkan, publik Aceh merasa seolah-olah luka lama kembali disiram garam.
Ia menggambarkan bagaimana Aceh pernah menjadi salah satu wilayah dengan operasi militer paling mematikan di Indonesia, meninggalkan ribuan korban jiwa, trauma berkepanjangan, dan ketakutan massal. Puncak penderitaan terjadi ketika tsunami 26 Desember 2004 melanda, menewaskan lebih dari 160 ribu orang dan meratakan banyak wilayah.
Dari keterpurukan itu, Aceh justru memilih jalan damai. Namun, ucapan Benny membuat banyak warga mengingat kembali pahitnya perjalanan sejarah itu.
“80 Tahun Indonesia merdeka, buat Aceh yang datang hanya peluru,” demikian kalimat yang kini banyak berseliweran di media sosial sebagai refleksi kelam hubungan Aceh–Jakarta.
Jamaluddin menilai pernyataan Benny lebih disesalkan karena latar belakangnya sebagai politisi senior Partai Demokrat—partai yang berperan besar dalam proses perdamaian Aceh melalui kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Benny juga telah lama duduk di DPR RI sejak 2004 serta pernah menjabat Wakil Ketua Komisi III.
“Ketika seorang tokoh partai berbicara meremehkan MoU Helsinki, publik merasa ada penghinaan simbolik terhadap perjuangan perdamaian Aceh,” ujarnya.
Kontroversi ini terus bergulir, memperlihatkan betapa sensitifnya isu perdamaian Aceh dan betapa kuatnya ingatan kolektif masyarakat terhadap sejarah panjang konflik di daerah itu. (XRQ)
Reporter: akil



