NUKILAN.id | Opini – Sudah lebih dari sebulan, masyarakat Kluet Tengah, Aceh Selatan, khususnya di daerah Jambur Teka, hidup dalam ketakutan. Bukan karena ancaman kriminalitas atau bencana alam, melainkan karena seekor gajah liar yang berkeliaran di perkebunan mereka. Keberadaan gajah ini tidak hanya mengganggu aktivitas pertanian warga, tetapi juga memunculkan kecemasan mendalam, seolah-olah mereka sedang dijajah oleh binatang yang seharusnya dijaga kelestariannya.
Upaya untuk mengusir gajah tersebut sudah dilakukan oleh warga. Mereka menyalakan petasan, berharap suara keras itu cukup untuk menakut-nakuti dan mengusir sang gajah kembali ke hutan. Namun, harapan mereka pupus ketika gajah tersebut hanya meninggalkan kebun untuk sementara waktu, lalu kembali lagi seakan mengolok-olok usaha warga.
Meskipun belum ada korban jiwa, kerugian material yang dialami masyarakat cukup signifikan. Kebun sawit, cabai, jagung, dan tanaman lainnya menjadi korban amukan sang gajah. Salah seorang petani sawit mengeluh bahwa dua hektar kebunnya yang sudah mulai berbuah habis diacak-acak. Usahanya menanam kembali dengan harapan bahwa kejadian ini tidak akan terulang, nyatanya sia-sia. Gajah tersebut kembali datang, menghancurkan harapan yang sudah susah payah dibangun.
Kondisi ini menunjukkan betapa rapuhnya perlindungan dan perhatian pemerintah terhadap warganya yang berada di garis depan konflik manusia dengan satwa liar. Ketidakhadiran pemerintah daerah dan instansi terkait seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam menangani masalah ini sangat mengecewakan. Seolah-olah mereka menutup telinga terhadap penderitaan masyarakat Menggamat, membiarkan mereka bertarung sendirian melawan gajah yang merusak mata pencaharian mereka.
Dalam situasi yang semakin genting ini, kita tentu tidak ingin menunggu hingga ada korban jiwa baru para pejabat turun tangan sebagai “pahlawan kesiangan”. Memulangkan gajah liar ini ke habitat aslinya bukanlah sekadar pilihan, melainkan kewajiban yang harus segera dilaksanakan. Jangan sampai masyarakat yang akhirnya mengambil tindakan dengan cara-cara yang melanggar hukum, karena pemerintah lalai dalam menjalankan tugasnya.
Konflik antara manusia dan satwa liar seperti ini, bukanlah fenomena baru di Indonesia. Namun, respons yang lambat dan tidak terkoordinasi dari pihak berwenang kerap kali menjadi akar masalah yang berkepanjangan. Pemerintah harus ingat bahwa perlindungan terhadap satwa liar bukan berarti mengabaikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Keseimbangan antara konservasi alam dan perlindungan masyarakat harus menjadi prioritas.
Kita berharap, sebelum bencana yang lebih besar terjadi, pemerintah segera mengambil tindakan yang tegas dan efektif. Jangan biarkan masyarakat Menggamat terus-menerus hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Jangan sampai juga, nama pemerintah tercoreng karena dianggap abai dan tidak peduli terhadap rakyatnya. Gajah liar tersebut harus segera dipulangkan ke habitatnya, dan itu adalah tanggung jawab kita semua, terutama mereka yang diberi amanah untuk melindungi baik manusia maupun satwa liar.
Penulis: Alman, S.H. (Masyarakat Sipil)