NUKILAN.id | Jakarta – Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memimpin prosesi tabur bunga untuk memperingati 28 tahun peristiwa Kudatuli di kompleks kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024). Prosesi ini dihadiri oleh seluruh kader dan simpatisan PDIP.
Sebelum prosesi tabur bunga, Hasto mengajak seluruh elite PDIP serta masyarakat yang menjadi saksi sejarah Kudatuli untuk mendoakan para korban.
“Kita akan bersama-sama berdoa untuk mereka yang telah berjuang untuk tegaknya demokrasi dan bagi kemerdekaan Republik ini,” ujar Hasto.
Setelah doa bersama, Hasto bersama para elite PDIP seperti Ribka Tjiptaning, Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, Eriko Sotarduga, Yasona Laoly, Wiryanti Sukamdani, serta Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Adhie melaksanakan prosesi tabur bunga di halaman Kantor DPP PDIP. Prosesi tersebut diiringi oleh lagu “Gugur Bunga” ciptaan Ismail Marzuki, yang menambah kekhidmatan dan keharuan suasana.
Desakan Pengakuan Pelanggaran HAM Berat
Sehari sebelumnya, ratusan kader dan simpatisan PDI Perjuangan melakukan longmarch dari kantor DPP PDIP menuju Kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhary. Aksi ini bertujuan mendesak Komnas HAM untuk merekomendasikan peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat.
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat dalam orasinya berharap peristiwa Kudatuli tidak terulang di masa mendatang.
“Kami mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk merekomendasikan kepada pemerintah agar peristiwa penyerangan Kantor DPP PDI Pro Mega pada tanggal 27 Juli 1996 ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat dan menjadi tanggung jawab pemerintah,” tegas Djarot.
Djarot menambahkan bahwa meskipun penyerangan tersebut terjadi 28 tahun yang lalu, tidak ada masa kedaluwarsanya dalam kasus pelanggaran HAM berat.
“Akibat dari penyerangan tersebut Komnas HAM menemukan fakta, 149 orang luka-luka, 9 orang tewas, dan 23 orang hilang,” ungkapnya.
Komnas HAM dan Kajian Kudatuli
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyatakan bahwa pihaknya tengah menyelesaikan kajian mengenai peristiwa Kudatuli. Kajian tersebut akan dibawa ke DPR RI untuk menentukan apakah peristiwa ini masuk sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak. “Kami berkomitmen serius untuk mengerjakan kajian maupun nanti apa langkah-langkah ke depan yang akan menjadi keputusan Komnas HAM,” ujar Atnike.
Amnesty International Soroti Intervensi Politik
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut peristiwa Kudatuli sebagai produk dari intervensi politik pemerintah.
“Serangan terhadap Kantor PDI pada 27 Juli 1996 seharusnya disebut ‘raid’ atau penyerangan, bukan ‘riot’ atau kerusuhan,” jelas Usman dalam diskusi di kantor DPP PDIP.
Usman menegaskan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menyingkirkan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, sebagai bagian dari upaya penyingkiran oposisi politik.
“Peristiwa 27 Juli adalah produk dari intervensi politik kekuasaan, termasuk politik kekerasan negara berupa pengambilalihan paksa dan penyerangan,” tegasnya. Ia juga menekankan keterlibatan aparat keamanan dalam serangan tersebut, meskipun beberapa menggunakan seragam sipil.
Editor: Akil