NUKILAN.id | Banda Aceh – Perbedaan data luas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Aceh yang dirilis oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mencapai 49,13 persen. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan Walhi Aceh menggunakan citra satelit dan kunjungan lapangan pada periode Juli hingga Agustus 2023.
ESDM Aceh mencatat luas area PETI di Aceh hanya sekitar 1.720 hektare. Namun, Walhi Aceh menemukan angka yang jauh lebih besar, yakni mencapai 3.500 hektare di tujuh kabupaten, yaitu Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Pidie, dan Aceh Selatan.
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, menyatakan bahwa data yang diperoleh pihaknya dalam tiga bulan itu menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan data yang dirilis ESDM.
“Data yang kita dapatkan itu hanya selama tiga bulan, mulai dari Juli hingga Agustus, melalui vegetasi menggunakan citra satelit dan kunjungan lapangan ke beberapa lokasi. Hasilnya hampir 50 persen lebih luas dari data ESDM,” ujarnya.
Menurut Shalihin, temuan Walhi Aceh ini menunjukkan bahwa luas PETI di Aceh berpotensi lebih besar dari yang diperkirakan. Ia juga menyoroti bahwa pihaknya hanya melakukan vegetasi di tujuh kabupaten, sehingga kemungkinan masih banyak daerah lain yang belum terdata secara menyeluruh.
“Ini sangat berpotensi lebih luas lagi, karena kita hanya melakukan vegetasi di tujuh kabupaten saja,” jelasnya.
Selain itu, Walhi Aceh juga melaporkan adanya peningkatan luas area PETI dari Januari hingga Mei 2024. Hingga kini, total luas PETI yang tercatat oleh Walhi Aceh mencapai lebih dari 6.000 hektare, dengan tambahan luas sekitar 3.000 hektare pada bulan Mei dan 2.000 hektare pada periode Januari hingga April.
“Kalau data sampai sekarang, kami punya lebih dari 6.000 hektare, tapi belum kami rilis. Pada bulan Mei saja ada penambahan 3.000 hektare lebih, dan dari Januari sampai April sudah ada penambahan 2.000 hektare lagi,” ungkap Shalihin.
Walhi Aceh berencana untuk segera merilis data tersebut secara resmi, lengkap dengan foto dan titik koordinat yang akurat. Mereka berharap ESDM dapat memberikan tanggapan terhadap temuan ini. Shalihin menambahkan bahwa temuan ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih serius dalam menangani masalah PETI di Aceh.
“Kami berharap ESDM merespons temuan ini dengan langkah-langkah yang konkrit. Yang jelas, Walhi Aceh memiliki bukti foto dan titik koordinat yang lengkap,” kata Shalihin.
Perbedaan data ini memunculkan pertanyaan tentang metode pendataan yang digunakan oleh ESDM. Shalihin menyatakan ketidakpahamannya mengapa data ESDM bisa jauh berbeda dari temuan Walhi. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas perbedaan yang signifikan ini dan menekankan pentingnya keakuratan data untuk penanganan PETI yang lebih efektif.
“Kami tidak tahu bagaimana ESDM mendata, kok bisa cuma 1.720 hektare, sedangkan yang kami data itu ada 3.500 hektare, dan itu baru dari tiga bulan survei kami,” tandasnya.
Perbedaan data antara ESDM dan Walhi Aceh ini menambah daftar panjang persoalan PETI di Indonesia, yang seringkali sulit dideteksi dan ditangani secara efektif. Kondisi ini menuntut kerjasama yang lebih baik antara berbagai pihak terkait untuk menemukan solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan dalam mengatasi aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat sekitar.
Editor: Akil Rahmatillah