Friday, April 26, 2024

Peran Perempuan Muda Terhadap UMKM Signifikan

Nukilan.id – Kontribusi perempuan muda berusia 17-25 tahun terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM terbukti signifikan. Perempuan muda tidak hanya berperan sebagai produsen dengan menjadi pelaku UMKM, tetapi juga distributor dan konsumen. Terkait itu, perlu ada dukungan dari pemangku kebijakan agar keterlibatan perempuan meningkat.

Hasil penelitian Litbang Kompas menunjukkan, UMKM yang dimiliki perempuan muda mendapatkan dukungan dari perempuan muda lain sebagai pengemudi transportasi daring dan konsumen. UMKM tersebut menjadi penggerak perekonomian selama pandemi atau pada 2021. Omzet per minggunya mencapai pertumbuhan tertinggi dengan capaian 13 persen atau dari Rp 5,3 juta pada 2020 menjadi Rp 6,04 juta pada 2021.

”Adapun proporsi pesanan daring terhadap seluruh pesanan selama pandemi pada mitra perempuan muda meningkat sebesar 22,1 persen. Pertumbuhan transaksi harian UMKM perempuan muda juga lebih tinggi (8,4 persen) dibandingkan laki-laki,” kata peneliti Litbang Kompas, Putri Arum Sari, saat memaparkan hasil risetnya dalam acara Perempuan Gen Z Dorong Ekonomi Nasional, Rabu (12/10/2022), di Jakarta.

Penelitian oleh Litbang Kompas ini melibatkan responden sebanyak 5.091 orang dari 15 kota pada 13 Mei hingga 8 Juli 2022. Adapun responden merupakan pelaku UMKM yang sudah memanfaatkan platform digital, pengemudi transportasi daring, dan konsumen aplikasi digital.

Riset tersebut juga menunjukkan, perempuan pengemudi di sembilan kota mengalami kenaikan pendapatan per minggu rata-rata sebesar 9,3 persen. Padahal, pada saat yang sama, pendapatan pengemudi laki-laki mengalami penurunan hingga 26,5 persen. Sementara itu, dari sisi konsumen, daya beli perempuan lebih tinggi 10,5 persen daripada laki-laki. Total transaksi dalam sebulan pun mencapai Rp 505.600.

Pada akhirnya, UMKM tersebut memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Selain meningkatkan pendapatan dan membantu penjualan, UMKM juga menciptakan ekonomi inklusif dengan menyerap tenaga kerja selama pandemi. Latar belakang karyawan pada mitra pelaku usaha paling banyak berasal dari penganggur dan lulusan baru, masing-masing 46,9 persen dan 33,7 persen.

Alanda Kariza, salah seorang perempuan pelaku UMKM, menuturkan, kontribusi signifikan ini perlu mendapatkan dukungan dari pemangku kebijakan. Harapannya, lebih banyak perempuan yang terlibat dalam dunia wirausaha.

”Perjalanan perempuan muda ini masih panjang mengingat usia mereka. Semoga mereka tidak hanya mencari kesempatan, tapi juga menciptakan kesempatan untuk diri sendiri dan untuk perempuan lain,” ucap pengusaha makanan tersebut.

Dalam acara yang sama, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menambahkan, pemerintah akan mendukung perempuan pelaku UMKM dengan membantu dari akses pembiayaan, perizinan, dan pemasaran. Dari segi pembiayaan, pihaknya akan membantu UMKM mendapatkan modal dari investasi atau kredit bank. Pasalnya, menurut Teten, perempuan pelaku UMKM kerap memakai dana pribadi untuk modal membuat usaha.

Selain itu, berdasarkan laporan Bank Indonesia, rasio penyaluran kredit ke UMKM terhadap total kredit perbankan baru sebesar 21,17 persen pada Maret 2022. Padahal, targetnya, pada 2024, rasio kredit perbankan ke sektor UMKM menjadi paling sedikit sebesar 30 persen.

Kementerian Koperasi dan UKM pun akan mendorong perbankan mengubah pendekatan penyaluran pinjaman. Perbankan harus menggunakan credit scoring untuk menggantikan jaminan atau agunan sebagai syarat. Dalam prosesnya, credit scoring dilakukan dengan bantuan teknologi digital sehingga kesehatan keuangan calon nasabah mudah terlacak.

”Untuk itu, UMKM pun harus go digital. Dengan digitalisasi, modal akan lebih mudah masuk ke UMKM, baik lewat investor maupun pinjaman bank. Akses terhadap pasar juga menjadi lebih luas,” ucap Teten.

Adapun menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM mencapai 65,47 juta unit pada tahun 2019. Sementara itu, UMKM yang sudah terdigitalisasi pada April 2022 baru sebanyak 19 juta unit usaha. Targetnya, pada 2024, sudah ada 30 juta UMKM yang masuk ke platform digital.

Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menambahkan, digitalisasi terbukti membantu para pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya. Sementara itu, pihaknya sebagai penyedia platform digital membantu menyerap tenaga kerja dengan menarik mitra baru.

”Selain itu, hasil riset menunjukkan, teknologi membuat tidak ada satu pun yang tidak mungkin. Apalagi, perempuan muda ini punya resiliensi tinggi, khususnya di tengah krisis. Saat pandemi, mereka justru bisa mengembangkan usaha dengan mengandalkan teknologi,” kata Neneng.

Dilema UMKM

Di tengah tuntutan digitalisasi, perempuan pelaku UMKM mengalami dilema. Digitalisasi membantu mereka menjangkau pasar lebih luas, tetapi di sisi lain, mereka terbebani biaya platform yang tinggi. Untuk mengatasi hal itu, UMKM mengakalinya dengan menyesuaikan harga produk.

Alanda Kariza, misalnya, menetapkan harga berbeda antara penjualan secara langsung dan lewat platform digital. Biasanya, harga produk yang dijual di platform digital lebih tinggi untuk menutupi biaya platform yang mencapai 20 persen dari harga jual.

Secara terpisah, pelaku UMKM lain, Indah Hadriana Ariani, juga mengatakan hal serupa. Penjual produk makanan beku (frozen food) ini menilai, menaikkan harga produk merupakan satu-satunya cara untuk mengakali tingginya biaya platform. Ia pun berharap biaya tersebut bisa turun agar harga jual produk ikut turun.

”Sebenarnya berjualan dengan platform digital ini sangat memudahkan kami sebagai pelaku UMKM. Problemnya hanya ada pada biaya komisi dari aplikator. Semoga biaya ini bisa turun agar harga jual langsung atau lewat platform digital bisa sama,” tutur Indah. [Kompas]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img