Pentingnya Pendekatan Yuridiksi Untuk Dorong Perlindungan Hutan

Share

Nukilan.id – Hutan menjadi salah satu faktor penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan alam. Karenanya, perlu pendekatan yurisdiksi (jurisdical action/JA) untuk mendorong pembangunan yang mencakup perlindungan hutan, produksi komoditas yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini terungkap dalam Forum Jurisdiction Collective Action (JCAF) yang dihadiri 950 peserta, Selasa 8 Februari 2022. Inisiatif Dagang Hijau (IDH), sebagai penyelenggara JCAF #6 melalui Direktur Program, Nassat D Idris, membuka diskusi dengan memberikan konteks kebutuhan untuk mewujudkan visi bentang alam berkelanjutan.

“IDH bersama mitra lainnya sedang membangun model yurisdiksi berkelanjutan di 6 Provinsi fokus termasuk Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Papua, dan Papua Barat yang diidentifikasi memiliki berbagai nilai,” kata Nassat dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).

“Sebagai penghasil komoditas perkebunan dengan rantai pasok global dan sekaligus memiliki nilai keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan lainnya serta keterlibatan masyarakat sebagai aktor utama,” tambahnya.

Kata Nassat, IDH bersama Pemerintah dan mitra pembangunan lainnya membangun visi bentang alam berkelanjutan yang dituangkan dalam rencana pertumbuhan hijau berbasiskan komponen produksi, proteksi, dan inklusi.

“Dalam rencana pertumbuhan hijau tersebut telah diidentifikasi peluang investasi hijau. Namun, sebagian besar kondisi portofolio investasi yang ada masih dalam tahap inkubasi yang memerlukan kombinasi yang dapat memberikan dampak kepada peningkatan kesejahteraan dan lingkungan hidup,” jelasnya.

Sementara CEO PT SMI Edwin Syahruzad mengungkapkan, pihaknya tengah mempersiapkan diri untuk mendukung Indonesia sebagai penyelenggara G20 melalui serangkaian tema dan isu prioritas yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kata Edwin, meskipun saat ini skema PT SMI masih terfokus pada sektor infrastruktur, namun dengan masuknya Green Climate Fund, pihaknya kini mempelajari pengembangan program di sektor land-use.

“Dan potensi untuk menghubungkan pengelolaan proyek di tingkat yurisdiksi dan kemungkinan mengembangkan blended finance ke sektor pertanian ke depannya,” ujar Edwin yang juga menambahkan komitmen dan juga kepemimpinan Pemerintah Daerah adalah faktor kunci terselenggaranya Kolaborasi PPP di tingkat subnasional.

Penasihat Senior Ekonomi Kementerian Investasi/BKPM, Indra Darmawan menjelaskan, diperlukan stimulasi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di daerah-daerah dan melibatkan banyak pihak, pemerintah dan non-pemerintah.

“Ini momentum yang baik. Pemerintah daerah dengan sektor lokal dapat membentuk mekanisme kerja sama pemerintah-swasta untuk dapat mendorong pembangunan berkelanjutan di daerah-daerah. Di mana kita sangat terbuka untuk adanya pengembangan dan perbaikan ke depan,” ucap Indra.

Direktur Eksekutif Bumitama Agri Christina Lim berpendapat, pelaku bisnis harus dapat menghubungkan upaya konservasi dengan valuasi ekonomi agar masyarakat sekitar dapat mandiri dan berkelanjutan.

Menurut Christina, beberapa program berbasis masyarakat yang didorong saat ini tidak lagi membicarakan tentang bisnis melainkan mendorong konservasi berbasis komunitas dengan melakukan yang dapat diterapkan.

“Dan direplika oleh wilayah lain yang juga membuka kesempatan bagi stakeholder dan juga investasi masuk agar dapat di-scale up,” jelas Christina.

Webinar JCAF Dialogue #6 kali ini bertujuan untuk mewadahi dialog yang konstruktif dan berbasiskan solusi untuk mempererat kolaborasi mendorong pertumbuhan Indonesia yang rendah karbon lewat berbagai prioritas.

Aksi kolektif yurisdiksi virtual dialog putaran keenam ini diselenggarakan bersama IDH yang akan membagikan pembelajaran model pendekatan lanskap berdasarkan rantai komoditas berkelanjutan yang membawa kemajuan pada tata kelola, transformasi bisnis, dan kegiatan tingkat lapangan juga sebagai tantangan dalam mengembangkan dampak proyek dalam skala besar.

Pengetahuan saat ini di antara para peserta tentang praktik berkelanjutan dengan hutan dunia menjadi beberapa isu yang memotivasi mengenai Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS), modal intensifikasi yang proporsional dan peluang untuk meningkatkan potensi kelayakan untuk sumber produksi yang diverifikasi dan keuangan di rantai pasokan yurisdiksi regional.

IDH dengan mitra global saat ini mengembangkan model Rencana Pertumbuhan Hijau yang menghubungkan pasar global (Eropa, Belanda) dengan entitas nasional, provinsi, atau lokal dan swasta pada area produksi.

Di Asia Tenggara, sektor publik memegang tanggung jawab utama untuk pemberian layanan dan sektor swasta menyediakan layanan, dengan demikian berbagi risiko dan imbalan, untuk mencari dukungan dari proses hingga kinerja melalui cara yang saling melengkapi.

Hasil gabungan akan membuktikan transformasi perjalanan sederhana, mekanisme efektif bagi konsumen untuk mengklaim sumber daya berkelanjutan yang diverifikasi dan dampak nyata dan nyata untuk investasi.

Bagi para pemimpin Yurisdiksi, Kerja sama pemerintah-swasta (PPP) dapat menjadi peluang penting untuk mengembangkan potensi wilayah mereka sebagai elemen tambahan dari proposisi nilai global, serta memberi penghargaan kepada yurisdiksi yang berkinerja progresif.

Diketahui, pascaberlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan bidang kehutanan berada di tingkat provinsi, sedangkan kabupaten tetap memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Dinamika permasalahan kawasan hutan memberikan tantangan tersendiri dalam perencanaan pembangunan seperti di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Hal ini seperti dikatakan oleh Kepala Bappeda Kubu Raya, Amini Maros.

“Perubahan pola pemanfaatan pascalogging bertujuan untuk mencari solusi pemanfaatan hutan dengan skema Perhutanan Sosial. Tercatat kurang lebih 32 izin Hutan Desa yang ada di Kubu Raya, namun keberadaan perizinan ini belum optimal dalam meningkatkan IDM desa-desa di sekitarnya,” jelasnya.

“Secara kemitraan, pemerintah Kubu Raya terus memfasilitasi penerbitan perizinan Hutan Desa dan peningkatan kapabilitas Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) guna memberikan akses kepada masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya hutan sekaligus melaksanakan SDGs kita mengejar ekonomi, investasi boleh masuk tapi lingkungan harus tetap kita jaga,” tambahnya. [sindonews]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News