Pentingnya Masukan Qanun Aceh bagi Perempuan Terhadap Pemberdayaan dan Perlindungan

Share

Nukilan.id | Banda Aceh – Isu pentingnya jaminan pemberdayaan dan perlindungan perempuan lebih dari empat dekade terakhir telah menjadi salah satu isu global. Indonesia pun telah meratifikasi Konvensi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Oleh karena itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A Aceh) bersama Flower Aceh laksanakan Workshop bertemakan “Penjaringan Masukan untuk Rancangan Qanun Aceh tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan”  di Grand Hotel Permata Hati Banda Aceh (25/6/2024). Kegiatan ini melibatkan 130 orang yang merupakan perwakilan dari unsur CSO/NGO dan tokoh perempuan akar rumput dari 23 Kabupaten/Kota di Aceh sebagai peserta, narasumber, fasilitator, dan jurnalis.

Diskusi panel ini dimoderator oleh Suraiya Kamaruzzaman (Akademisi/ Balai Syura Ureung Inong Aceh). Fasilitator pada diskusi umum adalah Khairani Arifin (Tenaga Ahli Rancangan Qanun Aceh tentang Pelindungan Hak Perempuan) dan diskusi kelompok akan difasilitasi oleh 8 orang fasilitator yaitu: Tiara Sutari AR Plt. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DPPPA Aceh), Nurjanisah (Kepala Seksi Tindak Lanjut pada UPTD PPA Aceh), Erwin Setiawan (Flower Aceh), Leila Juari (Anggota RPuK Aceh), Rukayah Hanum (Balai Syura), Rizkika Lhena Darwin (FISIP UIN Ar Raniry), dan jurnalis.

Founder Flower Aceh, Erwin Setiawan mengatakan, negara yang meratifikasi CEDAW tersebut, maka Indonesia juga berkewajiban untuk mengimplementasikan seluruh hak asasi perempuan seperti yang tercantum dalam konvensi dimaksud sekaligus berkewajiban untuk memberikan laporan secara berkala kepada Komite CEDAW atas perkembangan dan kemajuan dari implementasi 16 (enambelas) pasal substantif yang tercantum dalam konvensi.

Kemudian, merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Pasal 231 ayat (1) disebutkan bahwa “Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota serta penduduk Aceh berkewajiban memajukan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang bermartabat”. Amanat ini kemudian dijabarkan dalam sejumlah Qanun Aceh seperti Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak.

Ia juga menyampaikan, untuk regulasi terbaru juga telah hadir Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Tak lupa, Aceh juga memiliki “Piagam Hak-Hak Perempuan di Aceh” yang ditandangani oleh lintas pengambil kebijakan di Aceh pada 11 November 2008, jauh sebelum Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 ditetapkan.

Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 tersebut disahkan pada 12 Oktober 2009 dan kemudian diundangkan pada 14 Oktober 2009. Lahirnya Qanun Aceh tersebut menjadi sebuah regulasi lokal yang menjadi payung hukum untuk urusan pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Aceh, sekaligus disebut sebagai Qanun atau dengan nama lain Peraturan Daerah yang menjadi pelopor di Indonesia.

“Kita berharap masukan-masukan nanti akan relevan dan bisa digunakan untuk pembaharuan ke depannya,” ujar dalam sambutan kegiatan tersebut yang juga diikuti oleh team Nukilan.id

Qanun ini terdiri dari 10 BAB yang dijabarkan kedalam 27 Pasal, mulai dari Pasal 1 yang berisikan ketentuan umum hingga Pasal 27 yang menjelaskan tanggal diundangkan dan perintah pengundangannya. Hal mendasar yang harus menjadi perhatian lintas pihak adalah bagaimana merefleksikan perubahan yang sudah wujud menjelang 15 (lima belas) tahun Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 diberlakukan. Refleksi tersebut akan bermuara pada perlu tidaknya kebutuhan penguatan kebijakan dengan penyesuaian pada permasalahan dan tantangan kekinian sehingga agenda percepatan pemenuhan hak-hak perempuan secara subtantif dapat bergerak lebih cepat. 

“Qanun ini sudah berusia 15 tahun, Qanun Aceh adalah regulasi yang mendasar bagi perempuan dan menjadi perhatian kita bersama,” tutupnya.

Reporter : Auliana Rizky

 

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News