Nukilan.id – Laporan dari Jurnal Kesehatan Global di Inggris menyatakan ibadah puasa di negara itu selama Ramadan tahun lalu tidak menyebabkan angka kematian akibat Covid-19 lebih tinggi di kalangan warga muslim.
Laporan itu mengatakan tidak ditemukan bukti warga muslim Inggris yang menjalankan ibadah puasa lebih rentan meninggal karena Covid-19.
Saat ini ada lebih dari 3 juta warga muslim di Inggris atau sekitar lima persen dari populasi dan sebagian besar berasal dari Asia Selatan.
Baca juga: Kesetaraan Gender dalam Fikih
Banyak komunitas muslim juga terdampak pandemi dalam menjalankan ibadah puasa tahun lalu, seperti halnya kelompok minoritas lainnya di Inggris.
“Hasil penelitian kami memperlihatkan praktik puasa Ramadan tidak punya dampak terhadap kematian karena Covid-19,” kata laporan itu, seperti dilansir laman Aljazeera, Kamis (1/4/2021).
“Sebelumnya ada banyak pendapat yang menyebut kegiatan praktik kultural dari komunitas minoritas menjelaskan tingkat kerentanan mereka terhadap pandemi,” kata laporan tersebut. Sejumlah pengamat tahun lalu menduga akan ada lonjakan kasus penularan Covid-19 di masa Ramadan.
Baca juga: Muslim Berhijab Menangkan Kursi Parlemen di Belanda
“Pendapat itu tidak berdasarkan bukti. Hanya pengalihan dari isu ketidakadilan di tengah masyarakat soal kesehatan, terutama tentang kondisi kerja dan pendapatan yang menjadi faktor utama ketidakadilan di tengah kelompok minoritas di masa pandemi Covid-19.”
Puasa tidak punya dampak merugikan
Laporan itu juga membandingkan analisis angka kematian karena Covid-19 pada Ramadan tahun lalu yang dimulai pada 23 April, tak lama setelah gelombang pertama pandemi memuncak di Inggris.
Kegiatan buka bersama dan salat tarawih berjemaah juga ditiadakan selama Ramadan tahun lalu seperti juga pembatasan kegiatan secara nasional.
Baca juga: Muslim Inggris tak Nyaman dengan Kebiasaan di Tempat Kerja
Para peneliti menganalisis tingkat kematian di lebih dari selusin wilayah otoritas di Inggris tempat populasi muslim mencapai setidaknya 20 persen populasi.
Mereka menemukan angkat kematian di daerah-daerah itu justru turun di masa Ramadan.
Terlebih lagi, tren ini berlanjut seusai Ramadan dan laporan tersebut menyatakan, “tidak ada dampak buruk dari puasa di wilayah warga muslim tinggal.”
Salman Waqar, yang ikut menyusun laporan itu mengatakan kepada Aljazeera, temuan para peneliti mengindikasikan Ramadan tidak punya dampak buruk terhadap Covid-19.
Dia juga menyebut data tersebut bertentangan dengan komentar sejumlah politisi dan pengamat yang mengatakan “komunitas tertentu, terutama muslim,” bertanggung jawab atas naiknya angka penularan tahun lalu.
Dewan Muslim Inggris (MCB), organisasi muslim Inggris terbesar, mengatakan laporan tersebut menyangkal semua asumsi negatif yang kebanyakan disampaikan kelompok kanan, bahwa muslim akan melanggar aturan pembatasan di bulan Ramadan dan menyebabkan naiknya angka penularan.
“Anggapan itu hanya prasangka untuk mengkambinghitamkan komunitas muslim dan mengalihkan isu yang lebih luas soal ‘ketidakadilan kesehatan’ yang dihadapi oleh kelompok mereka,” kata Umar Begg, juru bicara MCB kepada Aljazeera.
Ramadan di Inggris diperkirakan jatuh pada 13 April mendatang.
“Kami berharap Ramadan ini akan terbebas dari anggapan dan semoga tindakan pragmatis segera diambil di tingkat pengambil kebijakan untuk mengatasi ketidakadilan di masa pandemi,” ujar Begg. [merdeka.com]