Nukilan.id – 25 Tahun sudah gerakan Reformasi 98. Sebuah perjalanan sejarah gerakan demokratisasi Indonesia yang patut menjadi renungan bagi seluruh elemen bangsa Indonesia.
Gerakan yang muncul akibat kekuasaan rejim Soeharto yang selama 32 tahun memerintah semakin jauh dari harapan dan realitas ideal cita – cita Indonesia merdeka. Masa – masa dimana kekuasaan telah menutup ruang demokrasi dan keadilan bagi seluruh warganya.
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) serta pemerintahan militeristik yang represif telah menyebabkan jurang kesenjangan sosial masayarakat Indonesia pada waktu itu semakin lebar. Kondisi ekenomi juga semakin carut marut. Ruang politik dan kebebasan berekspresi juga tertutup rapat. Sebuah kondisi sosial yang pada akhirnya membuat kalangan muda,
khususnya kalangan intelektual kampus mulai gerah dan segera bangkit menghimpun kekuatan bersama rakyat untuk melawan.
Perlawanan yang dimulai dari seluruh kampus di Indonesia ini mengalami eskalasinya sejak awal tahun 1998. Dimana mahasiswa bersama rakyat mulai menyatu untuk turun ke jalan berdemonstrasi. Akibatnya rejim Soeharto pun jatuh pada bulan Mei 1998.
Aceh, bagaimanapun tak terlepas dari gerakan Mei 98 secara Nasional. Meskipun dalam
perjalanannya Aceh mengalami dinamika sosial politik yang lebih spesifik. Pelanggaran HAM di Aceh selama Rejim Soeharto telah menyebabkan tragedi kemanusiaan dan berujung pada perlawanan masyarakat Aceh terhadap Jakarta. Konflik Aceh pun meletus sejak 1999 hingga berakhir damai pada 16 Agustus 2005. Namun demikian sejarah kelam konflik Aceh tentulah tidak boleh dilupakan begitu saja.
Bukan saja terhadap akar permasalahnnya (karena rejim Soeharto yang militeristik) namun juga terhadap dampak sosial yang timbul karenanya. Dan yang paling penting dari semua itu adalah memastikan bahwa sejarah kelam konflik Aceh akibat pemerintahan Jakarta yang militeristik tidak terulang kembali.
PENA 98 Aceh memandang bahwa dinamika menuju Pilpres 2024 menjadi sesuatu yang sangat penting untuk disikapi. Karena Pilpres 2024 akan menentukan arah perjalanan bangsa ini setidaknya 5 tahun ke depan. Dinamika dalam proses Pilpres ini, akan menjadi tolak ukur terhadap kualitas demokrasi, kualitas calon pemimpin dan bagaimana tingkat kesadaran politik rakyat.
Isu-isu yang dilemparkan oleh masing-masing tim kampanye akan menjadi catatan sejarah yang melekat dalam ingatan seluruh rakyat Indonesia. Kampanye yang berlangsung damai atau tidak, akan sangat menentukan bagaimana persatuan sesama anak bangsa pasca Pilpres. Selain itu juga akan sangat menentukan besar kecilnya investasi yang akan masuk ke Indonesia dan menentukan banyak hal-hal lainnya.
Maka setelah melalui diskusi panjang, maka kami akan menyampaikan kriteria-kriteria yang bisa menjadi pedoman bagi rakyat untuk menentukan pilihannya dalam Pilpres 2024. Kriteria-kriteria ini disusun dengan kesadaran pada arah dan tujuan Indonesia untuk menjadi negara yang demokratis, modern dan berlaku adil tanpa diskriminasi, menjadi negara yang menghargai dan menghormati setiap rakyatnya tanpa kecuali dengan menempatkan rakyat bukan sebagai objek tetapi subjek bagi negara.
Kriteria ini disusun berdasarkan harapan-harapan agar sejarah kelam yang pernah dilewati bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Aceh khususnya tidak lagi terulang di masa depan. Sebagai bagian dari Aktivis 98, maka kami punya kewajiban moral, intelektual dan sejarah untuk memastikan arah perjuangan reformasi tetap berjalan walaupun mungkin dalam prakteknya tidak atau belum sempurna.
Bagi PENA 98, popularitas dan elektabilitas dari hasil survei tidak menjadi kriteria yang kami anggap penting. Karena yang terpenting dari semuanya adalah rekam jejak, keberpihakan terhadap rakyat dan gagasan gagasan yang baik bagi Indonesia ke depan.
Oleh karena itu, kami Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) Aceh menyampaikan 8 (delapan) kriteria Capres 2024, yaitu:
1. Menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinekaan;
2. Bukan bagian dari rezim Orde Baru; Watak otoritarianisme Orde Baru dengan pendekatan militeristik dan KKN yang akut, mestinya sudah diakhiri sejak reformasi 1998. Capres 2024 yang masih tersandera dalam pemikiran, perilaku, apalagi berafiliasi dengan rezim Orde Baru, dipastikan tidak akan mampu membawa Indonesia melangkah maju tanpa beban masa lalu.
3. Tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas; Jika kita berharap,
bermimpi, berkeinginan dan bercita cita Indonesia ke depan menjadi negara modern, multi
etnis, multi ras, multi kultur, multi identitas, beragam agama dan keyakinan dan sebagainya, yang kesemuanya bisa hidup damai di tengah keberagaman, maka memeriksa rekam jejak calon presiden apakah pernah terkait, menggunakan, membiarkan atau setidaknya diuntungkan dari digunakannya politik identitas, menjadi penting dicermati dan diwaspadai.
(Dalam makna bahwa ketika identitas tidak digunakan untuk menyatukan tetapi malah mempertajam perbedaan, mempertajam diskriminasi, maka ini bisa dikategorikan sebagai politik identitas. Namun sebaliknya, ketika perjuangan untuk membangun kesetaraan dibangun berdasarkan identitas, maka penggunaan identitas tersebut tidak bisa dikategorikan ke dalam politik identitas.)
4. Tidak pernah terlibat dalam pelanggaran HAM; Pelanggaran HAM adalah kejahatan
kemanusiaan (extraordinary crime). Siapa pun Capres 2024 harus sama dipastikan dia tidak pernah terlibat dalam praktik pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini untuk memastikan Indonesia ke depan, peristiwa pelanggaran HAM tidak terulang lagi untuk alasan apapun.
5. Tidak pernah terlibat kasus korupsi; Terdapat 2 (dua) Ketetapan MPR RI yang dengan tegas mengatur soal korupsi ini. Yaitu TAP MPR RI No.XI/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan TAP MPR RI No. VIII/2001 tentang arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Capres 2024 haruslah figur yang dipastikan tidak sedang atau pernah tersangkut kasus korupsi.
6. Melanjutkan Program Kerja Presiden Joko Widodo; Keberlanjutan dan kesinambungan
program pembangunan oleh tiap pemimpin nasional teramat penting guna memastikan tidak ganti presiden, ganti program. Banyak program yang telah disusun dan sementara berjalan, jadinya mangkrak dan anggaran negara terbuang sia-sia. Utamanya pada program-program kerakyatan (pendidikan, kesehatan, pertanian, koperasi dan UMKM, infrastruktur, serta pembaruan agraria dan perlindungan SDA), termasuk didalamnya pembangunan IKN.
7. Berkomitmen memperjuangkan agenda reformasi, menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan mewujudkan reforma agraria; Keseriusan untuk tetap berjalan di atas rel agenda Reformasi 1998, melindungi dan
melestarikan lingkungan hidup dan teguh menjalankan amanat reforma agraria adalah syarat mutlak bagi Capres 2024. Juga komitmen serius untuk menuntaskan pelanggaran HAM Berat masa lalu sebagai wujud pemihakan keadilan pada korban dan keluarganya. Kita tidak ingin bangsa ini berjalan dengan beban sejarah masa lalu.
8. Berkomitmen melakukan upaya-upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang berkeadilan serta berpihak kepada rakyat; Komitmen Capres 2024 terhadap program pemihakan dan penguatan pada sendi-sendi ekonomi kerakyatan berbasis koperasi, usaha mikro dan menengah menjadi faktor kunci agar perekenomian Indonesia bertumbuh maju dengan tetap setia pada roh konstitusi Pasal 33 UUD 1945. Sebab dalam koperasi dan UKM, kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran perseorangan. Pemahaman praktikal Capres 2024 atas hal ini dapat terlihat selama menduduki jabatan publik atau dalam gagasan yang diutarakan selama interaksi sosial politik keseharian. []
Baca Juga: SMUR Aceh Akan Gelar Konsolidasi dan Silaturahmi Lintas Generasi 5 April 2023