Nukilan.id – Pengamat politik dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya meminta Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menangani kasus pengungsi Rohingya yang terdampar di Indonesia.
Menurut Kemal, walaupun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protocol 1967, Presiden Joko Widodo sudah pernah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
“Kita harus ada komitmen untuk menolong orang-orang yang terusir dari negara lain untuk ikut membantulah dalam konteks darurat saja kalau kemudian tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Misalnya jadi tempat transit. Selanjutnya kita serahkan kasus ini kepada UNHCR untuk dicarikan solusinya,” ujar Teuku Kemal Fasya kepada Nukilan, Jumat (8/11/2024).
Karena itu, kata Kemal, masyarakat tidak seharusnya mengusir pengungsi Rohingya kembali ke lautan. Karena mereka mengungsi dari tempat asal mereka lantaran ancaman yang membahayakan nyawa mereka. Karena itu, mereka mengungsi ke negara lain untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Atas alasan itulah, kata Kemal, mereka tidak bisa disamakan dengan imigran gelap yang mencari kerja ke negara lain, tapi sebagai pengungsi yang ingin menyelamatkan hidup mereka dari konflik dan pembunuhan yang terjadi di daerah asal mereka.
“Tapi ini mereka cari biar nyawanya tidak hilang, itu saja. Itu sudah sangat terdesak, mereka mencari tempat yang kira-kira mereka bisa untuk hidup karena kalau tetap di kampung mereka bakal mati. Jadi beda dengan imigran gelap,” tuturnya. []
Reporter: Sammy