Pemerintah Aceh Susun Strategi Pengelolaan Satwa Liar

Share

Nukilan.id – Pemerintah Provinsi Aceh menyusun strategi rencana aksi pengelolaan satwa liar. Dokumen tersebut nantinya akan disahkan dalam peraturan gubernur. Rencana aksi tersebut merespons fenomena konflik satwa yang masif.

Draf dokumen Strategi Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar (SRAP SL) dirumuskan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi.

Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Muhammad Daud, dalam kegiatan konsultasi publik SRAP SL, Rabu (29/6/2022), menuturkan, SRAP SL akan menjadi pedoman bersama dalam menangani konflik satwa di Aceh.

”SRAP SL ini adalah amanah dari Qanun/Perda Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar. Draf ini belum final, kami perlu masukan dari para pihak sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh,” kata Daud salah seorang tim perumus.

Di dalam SRAP SL Aceh itu terdapat sembilan poin penting yang dijadikan rencana aksi. Meliputi persoalan habitat dan populasi, perlindungan dan pemulihan habitat, pengendalian konflik satwa-manusia, mitigasi, penegakan hukum, serta penguatan kelembagaan, riset dan inovasi. Selanjutnya, peran serta warga, penggalangan dukungan para pihak, dan pendanaan berkelanjutan.

Sembilan poin penting itu diturunkan dalam banyak kegiatan, seperti melakukan survei populasi, memulihkan habitat, membangun sistem database, patroli rutin, dan menindaklanjuti penegakan hukum.

Konflik Gajah Sumatera di Aceh

”SRAP ST Aceh lebih fokus fokus pada pengelolaan habitatnya, tidak pada satu per satu satwa. Sebab, di Aceh, satu kawasan bisa hidup berbagai satwa lindung,” kata Daud.

Dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar disebutkan, SRAP SL harus sudah disusun setahun setelah qanun disahkan. Meski telah molor dua tahun, dokumen SRAP SL Aceh menjadi langkah baik dalam upaya perlindungan satwa.

Daud mengatakan, konflik satwa kian masif dan perburuan juga tidak berhenti. Pemicu konflik karena terjadinya deforestasi dan degradasi fungsi hutan. Konflik gajah dan harimau dengan manusia paling masif terjadi.

“Perambahan hutan membuat habitat satwa terganggu. Kini sebagian besar satwa lindung berada di luar kawasan konservasi,” kata Daud.

Hasil analisis spasial keberadaan gajah sumatera dan harimau sumatera di Aceh, lebih dari separuh populasinya berada di areal penggunaan lain. Adapun keberadaan orangutan sumatera dan badak sumatera hanya sebagian kecil berada di areal penggunaan lain. Namun, pada kawasan tertentu empat species kunci tersebut hidup pada kawasan yang sama.

“Hal ini disebabkan Aceh masih punya hutan yang luas. Namun, jika deforestasi terus terjadi, satwa lindung ini akan semakin terancam,” kata Daud.

Daud menambahkan, setelah SRAP SL itu disahkan menjadi peraturan gubernur, pemerintah akan memiliki landasan untuk mengalokasikan anggaran penanganan konflik.

”Kami juga sedang menyusun strategi agar konflik satwa dianggap sebagai bencana alam sehingga para korban dapat dibantu melalui anggaran penanggulangan bencana,” ujar Daud.

Selama ini para petani yang tanamannya rusak oleh gajah tidak mendapatkan ganti rugi. Di sisi lain para petani dihadapkan pada ancaman pidana jika perbuatan mereka memicu kematian satwa lindung.

Potensi wisata

Pengurus Yayasan Aceh Green Conservation Suhaimi Hamid menuturkan, di dalam SRAP SL tersebut hanya fokus pada penanganan konflik. Padahal, keberadaan satwa lindung juga bisa dikelola sebagai potensi wisata.

Suhaimi menyarankan kepada tim perumus untuk memasukkan potensi wisata sehingga dapat melibatkan dinas terkait dan warga sekitar kawasan untuk mengelola wisata alam. Dia mencontohkan destinasi wisata alam di Tangkahan, Sumatera Utara, dapat menjadi pengungkit ekonomi warga.

”Aceh punya banyak satwa lindung dan hutan alam seharusnya dapat dikelola untuk wisata,” kata Suhaimi.

Sementara itu, Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto mengatakan, penyusunan draf dokumen telah berjalan sesuai rencana. Dia berharap banyak masukan dan kritikan dari publik untuk menyempurnakan dokumen tersebut.

”Strategi ini hasil diskusi panjang dan mendalam, tetapi perlu dianalisis lebih tajam dari para pihak. Ini upaya untuk menekan konflik dan menyelamatkan satwa lindung,” ujar Agus. [Kompas]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News