Sunday, September 8, 2024
1

Pelaku Usaha Properti Aceh Harap Perbankan Konvensional Beroperasi Kembali

NUKILAN.id | Banda Aceh – Pelaku usaha properti di Provinsi Aceh berharap perbankan konvensional dapat diizinkan kembali beroperasi. Mereka menilai bahwa perbankan syariah belum optimal mendukung pembiayaan bisnis pembangunan perumahan bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Nasib pengembang di Aceh tidak seberuntung pelaku usaha di daerah lain karena kurangnya dukungan pembiayaan dari bank selain perbankan syariah. Jumlah bank yang melayani skema pembiayaan untuk rumah bersubsidi di Aceh sangat terbatas hanya bank syariah,” kata Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Aceh, Zulkifli HM Juned, dalam keterangan tertulis, Senin (22/7/2024).

Menurut Zulkifli, berkurangnya bank konvensional di Aceh membuat pembiayaan pengembangan hunian subsidi terkendala. “Masyarakat di Aceh juga kesulitan dalam mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi,” ujarnya.

Zulkifli meminta eksekutif dan legislatif Aceh mengevaluasi aturan agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh. Dia juga berharap bank syariah yang sudah beroperasi bisa lebih mengoptimalkan layanan mereka, terutama dalam pembiayaan bagi pelaku usaha properti serta penyaluran KPR khusus MBR.

Meski pembiayaan perumahan di Aceh saat ini terbatas, Zulkifli mengungkapkan bahwa pengembang anggota REI Aceh mulai mengalihkan pengajuan pembiayaan kredit modal kerja ke bank konvensional di Provinsi Sumatera Utara.

“Dari 150 perusahaan anggota REI Aceh, puluhan developer sudah mengurus pembiayaan kredit modal kerja dari bank konvensional di Medan. Ini karena perbankan syariah di Aceh belum bisa melayani pendanaan kredit usaha yang diajukan developer,” ungkapnya.

Beberapa pengembang rumah bersubsidi di Banda Aceh dan Aceh Besar telah membuat permohonan kredit modal kerja ke bank konvensional di Sumatera Utara setelah permohonan mereka ke tiga bank syariah di Aceh ditolak. Hal ini terjadi karena regulasi dan limitasi yang ada membuat bank syariah tidak bisa meloloskan pengajuan pembiayaan.

“Saat ini ada tiga bank syariah yang melayani kredit properti, yakni Bank BTN Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Aceh Syariah. Bank syariah di Aceh sangat selektif dalam memilih calon debitur sehingga tidak banyak pelaku usaha yang mendapat dukungan pembiayaan kredit,” jelas Zulkifli.

Pengamat ekonomi Aceh, Rustam Effendi, menjelaskan bahwa bank konvensional memilih hengkang dari Aceh seiring terbitnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Qanun LKS ini berasal dari Pasal 21 ayat 1 Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariah Islam yang menyatakan bahwa lembaga keuangan di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah.

“Namun, Pasal 21 ayat 2 Qanun 8/2014 menyebutkan bahwa lembaga keuangan konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Artinya, penerapan Qanun 11/2018 tidak serta-merta mengusir bank konvensional dari Aceh,” tambah Rustam.

Rustam juga mengungkapkan bahwa akibat hengkangnya bank konvensional, jumlah kantor cabang perbankan di Aceh berkurang drastis dari 76 menjadi 52 cabang. “Perginya bank konvensional menyebabkan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya pengangguran terbuka di Aceh, menimbulkan efek domino yang besar. Ini harus menjadi pertimbangan Pemerintah Aceh agar tidak menimbulkan kegaduhan ekonomi lebih dalam,” ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala tersebut.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img