Palahlar, Pohon Endemik Nusakambangan dengan Kayu Berkualitas

Share

Nukilan.id – Jika mendengar istilah Nusakambangan, kesan yang akan langsung terlintas di pikiran adalah gambaran lokasi dari Lembaga Permasyarakatan berkeamanan tinggi yang jauh dari kesan ‘menyenangkan’.

Padahal karena wilayahnya yang terasingkan, justru terdapat sejumlah flora dan fauna yang beberapa terbukti masih bertahan hingga saat ini. Dari segi fauna, satu yang paling menyita perhatian adalah macan tutul atau macan kumbang. Di Nusakambangan, hewan buas tersebut bahkan dilaporkan hidup dengan bebas.

BKSDA Jawa Tengah mengungkap, jika total individu macan kumbang yang berada di wilayah tersebut berdasarkan hasil pemantauan mencapai 18 ekor.

Sementara itu dari segi flora, Nusakambangan rupanya menjadi rumah bagi jenis pohon endemik yang sayangnya kini berada di status terancam tingkat tinggi. Bahkan spesiesnya dinobatkan sebagai pohon terlangka di Indonesia, yakni Pohon Palahlar.

Pohon penghasil kayu berkualitas

Palahlar yang kerap dikenal juga sebagai Plahlar atau Pelahlar, sebenarnya adalah satu dari ragam jenis pohon meranti-merantian yang ada di tanah air, dan berasal dari genus Dipterocarpus dengan nama ilmiah Dipterocarpus hasseltii Blume.

Sebelumnya, palahlar sudah dikenal luas sebagai salah satu jenis pohon penghasil kayu pertukangan berkualitas tinggi, yang banyak digunakan sebagai bahan konstruksi, lantai, dan bantalan. Mengutip Greeners, palahlar bahkan masuk kategori pohon yang memiliki kelas keawetan dan kekuatan II.

Sebenarnya jika tidak diawetkan, kayu dari pohon palahlar memang kurang kuat jika digunakan untuk kebutuhan yang berhubungan dengan tanah. Namun apabila sudah diawetkan dan digunakan untuk berbagai keperluan lainnya, daya tahan kayu ini bisa mencapai hingga 20 tahun penggunaan.

Karena itu, biasanya kayu palahlar banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, tiang listrik, pilar, dan yang paling utama material pembuat kapal. Di lain sisi dari segi pemanfaatan industri, palahlar rupanya juga kerap dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tanaman obat. Hal tersebut lantaran kulit kayu dan daunnya diyakini berkhasiat sebagai antibacterial.

Jika membahas mengenai wujud dan morfologinya, pohon palahlar mampu tumbuh hingga ketinggian 50 meter dengan diameter lebih dari 150 sentimeter. Memiliki batang pohon yang nampak tegak meruncing, namun kulit luarnya memiliki ciri bersisik tidak teratur, dengan bagian pepagan atau kulit jaringan kayu berwarna cokelat hingga cokelat kemerahan.

Sementara itu bagian daunnya yang dipercaya dapat bermanfaat sebagai obat masuk dalam kategori daun tunggal bertekstur kaku. Dengan bentuk hampir lonjong, bagian atasnya mengilat namun buram di bagian bawahnya.

Termasuk jenis pohon berbunga, bunga dari pohon palahlar memiliki bentuk menyerupai malai dengan buah berbentuk bulat. Mengenai habitat, palahlar disebut biasa ditemukan di daerah dengan kemiringan tanah 0°-40° dan ketinggian 10–108 meter, dan berada di kawasan hutan primer dengan karakter tanah subur yang berdrainase baik.

Pohon paling langka di Indonesia

Sebenarnya pada tahun 2015, penelitian yang dilakukan oleh Robiansyah dan Davy di Cagar Alam Nusakambangan Barat mencatat jika ada sebanyak 676 palahlar, yang ditemukan di 52 titik lokasi berbeda.

Bukan hanya karena penebangan yang ditujukan untuk mendapatkan kayunya, tenyata jumlah palahlar semakin sedikit karena kalah saing dengan pohon lain yang ada di kawasan Nusa Kambangan, salah satunya pohon langkap (Arenga obtusifolia) yang bersifat invasif.

Pohon langkap yang tumbuh cepat disinyalir memakan lahan di pulau Nusakambangan dan menyulitkan palahlar untuk beregenerasi. Di saat bersamaan, palahlar sendiri memang dikenal membutuhkan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan beregenerasi.

Kemampuan regenerasi palahlar seakan diperburuk dengan kondisi ketidakmampuannya untuk pulih dengan cepat, dan membutuhkan waktu beberapa dekade untuk tumbuh dewasa serta memunculkan tunas atau bibit baru untuk ditanam.

Pada tahun 2018, IUCN bahkan sudah mengklasifikasikan palahlar sebagai pohon yang berada di status terancam punah (critically endangered). Sementara itu di Indonesia, sebenarnya palahlar ‘pernah’ masuk dalam daftar konservasi darurat, dan menduduki peringkat pertama dalam prioritas I sebagai pohon yang harus diselamatkan, berdasarkan ketetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK).

Namun mengutip wanaswara.com, di tahun 2021 tiba-tiba pemerintah Indonesia menarik keluar pohon ini dari daftar dilindungi. Pemerintah kabarnya melakukan hal tersebut karena pertimbangan ekonomi dan tuntutan produksi kayu.

Dalihnya, hal itu dilakukan dengan pertimbangan jumlah pohon palahlar di alam bebas yang dikatakan sudah membaik. Padahal realita berkata sebaliknya, dimana pohon tersebut berada di titik kritis dan dapat punah kapan saja. Bahkan, karena kembali banyak perusahaan yang dikabarkan melakukan penebangan terhadap pohon ini, disebutkan jika tinggal menunggu waktu sampai palahlar benar-benar hilang dari Indonesia. [GNFI]

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News