NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Mantan tahanan dan narapidana politik Aceh, Nasruddin atau yang dikenal dengan nama Nyak Dhien Gajah, menyampaikan protes keras terhadap langkah Kementerian Dalam Negeri yang memindahkan empat pulau dari wilayah Aceh Singkil ke Provinsi Sumatera Utara.
Ia menilai keputusan yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian itu tidak hanya mengabaikan suara masyarakat Aceh, tetapi juga melanggar kesepakatan damai yang termaktub dalam MoU Helsinki.
“Kemendagri bukan hanya menginjak-injak marwah dan martabat orang Aceh, tapi juga mengkhianati butir-butir kesepakatan MoU Helsinki. Dalam MoU, jelas disebutkan bahwa batas wilayah dan kewenangan Aceh diatur secara khusus dan harus dihormati. Ini dilanggar secara sepihak,” ujar Nyak Dhien.
Menurutnya, kebijakan tersebut mencerminkan pola lama yang pernah memicu konflik di Aceh. Ia menyebut peristiwa ketika Aceh dimasukkan ke dalam wilayah Sumatera Utara pada masa pemerintahan Soekarno sebagai salah satu pemicu perlawanan rakyat Aceh di masa lalu.
“Saat Aceh dimasukkan ke dalam Sumatera Utara oleh pemerintah pusat di era Soekarno, rakyat Aceh bangkit melawan bersama Tgk. Daud Beureueh. Kini, sejarah itu diulang lagi oleh Tito Karnavian, dengan wajah yang lebih modern tapi semangat kolonial yang sama,” ucapnya.
Ia juga menyebut kebijakan tersebut memperpanjang daftar pengabaian terhadap Aceh yang pernah terjadi di masa kepemimpinan presiden sebelumnya, mulai dari Soekarno, Soeharto, Megawati, hingga Joko Widodo.
“Rakyat Aceh tak butuh basa-basi pembangunan jika wilayah dan harga dirinya terus dirampas,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Kemendagri yang menyarankan agar Aceh menggugat keputusan tersebut melalui jalur hukum, Nyak Dhien menilainya sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab negara.
“Negara seharusnya menjadi pemersatu, bukan pelepas tangan. Ketika menteri dalam negeri berkata ‘silakan gugat’, itu bukan solusi, itu provokasi. Itu bentuk pembiaran. Itu penghinaan terhadap semangat rekonsiliasi,” katanya.
Meski demikian, Nyak Dhien menyebut masih ada harapan terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap mulai membangun ulang hubungan dengan Aceh. Ia menyinggung kedekatan Prabowo dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebagai sinyal positif untuk rekonsiliasi nasional.
“Kita lihat kedekatan Presiden Prabowo dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebagai sinyal rekonsiliasi nasional. Prabowo adalah mantan Komandan Kopassus, Muzakir Manaf adalah mantan Panglima GAM. Kedekatan ini tak boleh dikhianati oleh menteri-menteri yang tidak memahami akar luka Aceh,” ujarnya.
Nyak Dhien pun mendesak Presiden Prabowo untuk turun tangan langsung, membatalkan kebijakan pemindahan pulau, serta mencopot Tito Karnavian dari jabatan Menteri Dalam Negeri.
“Jika Presiden Prabowo ingin menunjukkan bahwa ia berbeda dari pendahulunya, maka ini saatnya. Tito Karnavian telah mencederai kepercayaan Aceh dan melecehkan MoU Helsinki. Presiden harus memihak pada perdamaian, bukan pada pengkhianatan,” tutup Nyak Dhien.
Editor: Akil