NUKILAN.ID | Banda Aceh – Peran perempuan dalam dunia kerja terus menunjukkan tren peningkatan. Meski dihadapkan pada berbagai tantangan dan stigma, banyak negara kini mencatat angka partisipasi perempuan yang tinggi dalam sektor ekonomi.
Seiring dengan perkembangan zaman, makin banyak perempuan bekerja untuk mencari nafkah dan menopang ekonomi keluarga. Fenomena ini tak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.
Indonesia sendiri turut menyumbang angka pekerja perempuan yang cukup signifikan, bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan secara global diperkirakan akan mencapai 54,8% pada tahun 2025.
Artinya, lebih dari separuh perempuan usia produktif di dunia diprediksi akan terlibat dalam aktivitas ekonomi—baik di sektor formal maupun informal.
Sebagai catatan, TPAK adalah persentase yang menggambarkan proporsi penduduk usia kerja (15–64 tahun) yang aktif dalam kegiatan ekonomi.
Berdasarkan laporan ILO yang dirangkum oleh Nukilan.id, berikut ini adalah 10 negara yang diproyeksikan memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan tertinggi pada 2025:
-
Korea Selatan: 87,2%
-
Kepulauan Solomon: 84,3%
-
Madagaskar: 84,2%
-
Islandia: 84,1%
-
Belanda: 82,4%
-
Swedia: 82,2%
-
Nigeria: 81,8%
-
Tanzania: 81,8%
-
Burundi: 80,8%
-
Estonia: 80,8%
Dari daftar tersebut, terlihat jelas dominasi negara-negara dari Asia, Afrika, dan Eropa dalam urusan partisipasi tenaga kerja perempuan. Korea Selatan menempati posisi teratas, menunjukkan betapa besar keterlibatan perempuan di negeri Ginseng dalam berbagai bidang pekerjaan.
Meski menunjukkan peningkatan, tingkat partisipasi pekerja perempuan Indonesia pada 2025 diperkirakan masih berada di angka sekitar 54,8%. Angka ini hampir setara dengan rata-rata global, dan menunjukkan bahwa masih ada ruang besar untuk peningkatan keikutsertaan perempuan dalam dunia kerja nasional.
Menariknya, meskipun berada di peringkat keenam dari sisi jumlah partisipasi, Swedia dinobatkan sebagai negara terbaik untuk pekerja perempuan pada tahun 2025.
Disusul oleh Islandia dan Finlandia, Swedia menawarkan berbagai kemudahan dan kesetaraan dalam lingkungan kerjanya. Para pekerja perempuan di Swedia, sebesar 43,7 persen posisi manajerial dan 37,7 persen kursi direksi diisi oleh mereka.
Selain itu, kesenjangan upah antara pria dan perempuan di Swedia juga sangat kecil, dengan rata-rata gaji perempuan bisa mencapai 90 persen dari gaji pria.
Lebih lanjut, Swedia dikenal sebagai pelopor dalam menciptakan ruang kerja yang ramah gender. Negara ini bahkan menjadi yang pertama menerapkan cuti netral gender, di mana ayah dan ibu memiliki hak yang sama dalam mengasuh anak setelah kelahiran.
“Swedia juga tercatat sebagai negara pertama yang menerapkan cuti netral gender, yakni cuti untuk orang tua, baik ayah maupun ibu memiliki hak yang sama untuk mengasuh anak setelah kelahiran.”
Hal ini memperkuat reputasi Swedia sebagai negara yang menjunjung tinggi kesetaraan, tidak hanya dalam sektor ekonomi, tetapi juga dalam pendidikan, politik, dan kesehatan.
Meskipun tren global menunjukkan kemajuan, tantangan bagi pekerja perempuan tetap nyata. Masih banyak perempuan yang bekerja di sektor informal maupun formal dengan perlindungan yang minim.
Tak hanya itu, isu “glass ceiling”, kesenjangan upah, serta keterbatasan hak-hak dasar lainnya masih menjadi penghambat partisipasi penuh perempuan dalam dunia kerja.
Dengan terus mendorong kebijakan inklusif serta budaya kerja yang setara, masa depan pekerja perempuan di berbagai belahan dunia dapat menjadi lebih cerah. Dan pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat global akan turut meningkat. (XRQ)
Reporter: AKil