Nukilan.id – Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pengamat publik, Nasrul Zaman menyampaikan pendidikan di Aceh memasuki pada tahap sangat mengkhawatirkan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Baca Juga: Ketua KoBar-GB Sampaikan Pentingnya Perhatian Terhadap Kesejahteraan Tenaga Pendidik
“Hal tersebut dapat ini dilihat dari kualitas pendidikan Aceh yang berada pada posisi paling bawah dari 8 provinsi di pulau sumatera,” ucap Nasrul Zaman pada Nukilan.id, Selasa (2/4/2023).
Nasrul Zaman mengatakan, bahwa selama ini Pemerintah Aceh beralasan bahwa presentasi siswa yang lulus PTN (perguruan tunggu negeri) pada Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tahun 2023 yang mencapai 41,86 persen dari 16.456 pendaftar secara keseluruhan.
“Hal tersebut tidak bisa dibanggakan karena di Aceh saat ini terdapat 18 PTN yang terdiri dari universitas, politeknik, politekes, IAIN dan sekolah tinggi sehingga sebagian besar siwa Aceh tersebut lulus pada PTN lokal di Aceh,” kata dia.
Ia menjelaskan, provinsi Aceh merupakan daerah yang memiliki dana pendidikan lebih besar dibanding wilayah lain di Indonesia karena didukung oleh Qanun No. 11 Tahun 2014 tentang penyeleggaraan pendidikan Aceh. Namun, pengelolaan anggaran tersebut tidak berfokus pada peningkatan kualitas tenaga pengajar serta tata kelola pendidikan, justru lebih banyak dihabiskan untuk pengadaan sarana dan prasarana sehingga kurang berdampak langsung terhadap kualitas mutu anak didik atau siswa.
“Dibutuhkan evaluasi kualitas guru dan pengelola pendidikan yang menyeluruh untuk mengukur kepantasan guru mengasuh mata pelajaran,” jelasnya.
Nasrul menambahkan, saat ini kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat tidak semuanya berkorelasi baik pada kualitas pendidikan Aceh dikarenakan ada beberapa perbedaan karakter dan cara mengajak oleh tenaga pendidik.
“Apalagi pada 10 tahun terakhir terjadi beberapa perubahan kurikulum yag membuat tanaga pengajar dan insan pendidikan Aceh gagap dan gugup untuk mengikuti kurikulum tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan, setiap penempatan guru honorer harusnya diseleksi dengan baik sehingga dapat dipastikan mereka memiliki kualitas. Namun, selama ini dalam praktekanya lebih kepada kesediaan diri saja, justru bukan diskenariokan oleh pemerintah untuk menyaring tenaga pendidik yang mampu memenuhi standar minimal lulusan asli pendidikan. [Azril]
Baca Juga: Hardiknas 2023: Tantangan dan Harapan Mewujudkan Mutu Pendidikan Aceh yang Lebih Baik