NASIB PILU TENAGA KONTRAK DI TAHUN PEMILU

Share

NUKILAN.ID | Indept – Pemilu 2024 telah usai. Rakyat diseluruh penjuru Indonesia pada 14 Februari lalu telah selesai menyalurkan hajatan politiknya dalam pesta demokrasi akbar di Bilik Suara. Bila tak ada aral melintang, pada 20 Maret mendatang KPU akan menetapkan hasil suara secara nasional.  Namun balik gegap gempita pemilu, masih terselip kisah pilu yang dialami rakyat Indonesia. Salah satunya adalah  tenaga kontrak di Pemerintahan Aceh. Mereka  kini tengah meratapi nasib sembari menggigit jari usai mendengar janji janji politisi di masa kampanye.

Pasalnya, sudah dua bulan jerih keringat mereka tak kunjung dibayar oleh Pemerintah Aceh.  Penyebabnya tak lain karena hingga di awal Maret tahun 2024,  Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tak kunjung jelas disahkan serta direalisasikan.

Berdasarkan data yang dihimpun Nukilan id, saat ini terdapat lebih kurang sekitar 9.288 tenaga kontrak, termasuk guru honorer juga penerima honor lainnya di Aceh, belum menerima honor jerih payah mereka bekerja sejak Januari 2024.  Berbeda dengan nasib ASN di lingkup Pemerintah Aceh. Kepastian pembayaran hak dan gaji ASN di lingkup Pemerintah Aceh lebih jelas karena  PJ Gubernur Aceh, Achmad Marzuki  telah menerbitkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 11 Tahun 2024.

Pergub itu mengatur tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pengeluaran Daerah Mendahului Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2024.  Namun ironisnya, pergub tersebut tidak mengatur tentang pembayaran gaji tenaga kontrak. Sumber Nukilan Id menyebut, tenaga kontrak belum dapat dibayarkan gaji karena kendala dengan aturan teknis.  Aturan teknis hanya berlaku bagi Pejabat Daerah, PNS dan PPPK. Pembayaran gaji mereka hanya bisa diproses ketia APBA 2024 sudah disahkan dan ditandatangani dalam Daftar Pengisian Anggaran (DPA).

Tak pelak, Keterlambatan realisasi APBA 2024 ini tentu akan berdampak ganda. Selain berdampak pada kestabilan ekonomi Aceh, juga terkait dengan optimalisasi roda birokrasi pemerintahan Aceh. Tenaga kontrak dihadapkan pada situasi dimana mereka dituntut untuk tetap bekerja menjalankan birokrasi, namun di saat bersamaan dompet mereka kering karena belum menerima upah jerih. Naasnya, kondisi ini terjadi di tengah jelang memasuki bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1445 Hijriah. Bulan tersebut masyarakat tentu membutuhkan dana ekstra.

Menyikapi fenomena ini tim nukilan lakukan telusur guna memastikan kejelasan respon pemerintah terhadap  tenaga kontrak di lingkup Pemerintah Aceh yang tak kunjung lunas  dibayar 2 bulan honornya.

Jejak Keterlambatan APBA  2024

Sebelum terlalu jauh mengulas tim nukilan menelisik sebab utama ABPA tahun 2024 terlambat.

Pada awalnya Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Pemerintah Aceh sepakat mengesahkan Anggaran Pendapat dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2024 sebesar Rp 11.071.741.644.428, dalam  dalam nota keuangan dan Rancangan Qanun APBA 2024 yang telah disahkan dalam rapat paripurna di Gedung Utama DPRA, Senin (18/12/2024).

Setelah mengalami defisit Rp275 miliar lebih dan sesuai hasil revisi Kemendagri, Pagu APBA 2024 menjadi Rp11,446 triliun.

Pemerintah Aceh dan DPR Aceh menerima hasil evaluasi APBA 2024 dari Kemendagri pada 15 Januari 2024. Bila merujuk mekanisme, proses penyempurnaan pasca evaluasi dilakukan kepala daerah bersama DPR Aceh kemudian hasilnya ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR Aceh.

Namun dikemudian hari proses rasionalisasi APBA tersebut tidak ditandatangani oleh Ketua DPRA, Zulfadli.  DPRA menuding Pemerintah Aceh melakukan upaya untuk mengotak-atik APBA 2024 baik saat proses pembahasan maupun koreksi Kemendagri.

Zulfadli dalam keterangan persnya, Sabtu, (24/2/2024) menyebut proses rasionalisasi APBA 2024 hasil evaluasi Mendagri telah dilakukan sepihak oleh Pemerintah Aceh tanpa ada koordinasi dengan pihak DPR Aceh sehingga berdampak terjadinya pemotongan anggaran belanja pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Salah satu penyebab tersendatnya pengesahan ini, sumber media ini menyebut karena ada item anggaran yang muncul dikemudian hari. Seperti anggaran sharing pelaksanaan PON XXI-2024 di Aceh sebesar Rp708 miliar. membengkak dari alokasi awal yaitu Rp505 miliar atau 4,31 persen dari total belanja daerah tahun ini atau 2024.

DPRA disatus sisi memberikan rekomendasi supaya Gubernur Aceh mencari sumber dana lain untuk PON tersebut, sebab dinilai dana otsus Aceh digunakan untuk PON dinilai tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Walhasil, akibat belum ditandatanganinya APBA 2024 oleh Ketua DPRA, maka hingga tulisan ini ditayangkan, APBA 2024 masih tersandera dan belum jelas kapan disahkan. Merujuk pada  Peraturan Menteri Dalam Negeri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan bahwa “dalam hal keputusan Pimpinan DPRD mengenai hasil penyempurnaan tidak diterbitkan sampai dengan 7  hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri, Kepala Daerah menetapkan Perda APBD berdasarkan hasil penyempurnaan”.

Namun PJ Gubernur Aceh hingga kini tampaknya enggan untuk menerbitkan Pergub APBA 2024.

Sejumlah kalangan menyebut terlambatnya penetapan APBA TA 2024 dengan Qanun Aceh bukan semata-mata karena kesalahan di DPRA.  Ahli keuangan daerah dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala Dr. Syukriy Abdullah, SE, M.Si, Ak, menyebut keterlambatan ini karena juga faktor dari Pemerintah Aceh sendiri. Sebagaimana dikutip Dialeksis.com, Syukri menyebut  TAPA sangat terlambat dalam menindaklanjuti rekomendasi dari Kemendagri, yang sudah dengan tegas menyatakan tidak menyetujui penetapan APBA dengan Peraturan Gubernur Aceh.

Menyikapi polemik ini, PJ Gubernur Aceh Achmad Marzuki mengajukan permintaan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memfasilitasi pertemuan dengan DPRA dalam rangka penyelesaikan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2024 yang hingga kini masih berlarut-larut.

Pemerintah Aceh melihat perlu adanya fasilitasi oleh Kemendagri untuk pertemuan antara Tim Anggaran Pemerintah Aceh dengan Badan Anggaran DPRA  melalui surat 900.1/2490 tanggal 28 Februari 2024 perihal permohonan fasilitasi terkait keterlambatan penetapan APBA 2024.

Surat yang diteken Achmad Marzuki itu dikeluarkan 28 Februari dan dilayangkan kepada Menteri Dalam Negeri cq Dirjen Bina Keuangan Daerah.

Kemendagri kemudian mengeluarkan surat nomor 900.1.1/1579/Keuda tanggal 5 Maret 2024 perihal penjelasan fasilitasi terkait keterlambatan Penetapan APBA TA 2024.

Dalam surat yang ditandatangani secara elektronik oleh Pelaksana Harian Direktur Bina Keuangan Daerah, Horas Panjaitan tersebut memuat sejumlah poin :

  1. Gubernur melalui TAPA bersama Banggar DPRA melakukan pembahasan bersama sebagai tindaklanjut tahapan hasil evaluasi APBA TA 2024 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.1-108 Tahun 2024 tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2024 dan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2024;
  2. Pembahasan difokuskan pada rekomendasi hasil evaluasi dan dituangkan dalam matriks (awal, menjadi dan keterangan) sebagai tindak lanjut hasil evaluasi dan disepakati bersama paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri;
  3. Kesepakatan hasil evaluasi sebagaimana tersebut pada angka 2 menjadi dasar penetapan putusan Pimpinan DPRA;
  4. Dalam hal keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada angka 3, tidak diterbitkan sampai dengan 7 (tujuh) hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri, Gubernur menetapkan Qanun tentang APBA berdasarkan hasil penyempurnaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 1;
  5. Selanjutnya Qanun tentang APBA TA 2024 sebagaimana dimaksud pada angka 4, disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mendapatkan nomor registrasi;
  6. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dalam memastikan PemerintahAceh menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 4, Pemerintah Aceh menyampaikan hasil tindaklanjut evaluasi beserta matriks (awal, menjadi dan keterangan) sebagai bagian kelengkapan clearance persetujuan pemberian nomor registrasi Qanun tentang APBA TA 2024 yang ditetapkan oleh Gubernur Aceh.

Ekonomi Aceh tersendat

Keterlambatan pengesahan APBA TA 2024 akan berdampak pada ekonomi Aceh. Proyek-proyek pembangunan terbengkalai, investasi terhambat, dan lapangan kerja yang seharusnya tercipta pun tertunda. Dalam suasana seperti ini, masyarakat Aceh mengalami ketidakpastian ekonomi yang menghantui, dengan dampaknya yang mencapai setiap lini kehidupan

Dikutip dari Dialeksis.com,  Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, pengamat ekonomi dan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala menyebut keterlambatan realisasi APBA berdampak pada ekonomi Aceh yang hari ini lebih dari 50 persen ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Kondisi ini sangat rentan terhadap ketidakstabilan. Apalagi Ketergantungan terhadap anggaran pemerintah sangat dominan. Makin lambatnya pengesahan APBA akan berimbas pada tertundanya pengeluaran untuk operasional pemerintahan daerah, honorarium, ragam pengadaan barang dan jasa, termasuk tertundanya eksekusi anggaran belanja pembangunan seperti input pertanian: bibit, benih, pupuk, alsintan, dan lainnya, serta terganggunya layanan publik. Jika ini terus berlanjut akan rentan menimbulkan krisis ekonomi dan timbulnya gejolak sosial dalam masyarakat.

Kondisi ketidakpastian pembayaran upah atas tenaga kontrak Aceh ini menunjukan bahwa minimnya perlindungan hak hak ekonomi bagi tenaga kerja di lingkup Pemerintah Aceh.

Mengutip Imam Soepomo (2019), jaminan bagi tenaga kerja mendapatkan upah termasuk kedalam bentuk atau jenis perlindungan tenaga kerja. Salah satunya adalah  Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha untuk memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari bagi dirinya (tenaga kerja) beserta keluarganya, termasuk jika ia tidak mampu lagi bekerja karena sesuatu hal di luar kehendaknya.

Kondisi ketidakpastian pembayaran upah tenaga kontrak yang sudah berlangsung dua bulan ini menurut Direktur Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (PAKAR), Muhammad Khaidir sebagai sebuah betuk penzaliman Pemerintah Aceh kepada rakyatnya.

“ini menyangkut hajat hidup orang banyak, sangat zalim ketika pemerintah tidak memperhatikan upah jerih keringat tenaga kontrak. Padahal selama ini mereka tetap menjalankan kewajiban untuk masuk kantor. Tepat dikatakan bahwa pemerintah Aceh dalam hal ini telah melakukan kezaliman pada rakyatnya, ujar Khaidir kepada nukilan id, Selasa (6/03/2024).

Asisten III urusan  Administrasi Umum Sekda Aceh kepada Dialeksis.com (05/03/2024), Dr. Iskandar AP  kepada Dialeksis.com (05/03/2024), memastikan bahwa kepastian pembayaran gaji bagi mereka sudah ada dan hanya menunggu pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2024. Namun  untuk tenaga kontrak dan kebutuhan operasional kantor lainnya, alokasi anggarannya harus melalui APBA.

Direktur Jaringan Survei Ratnalia Indra sari, menyebut Pemerintah Aceh selayaknya  dapat segera menuntaskan perihal pengesahan APBA tersebut. Terlebih telah keluar respon dari kemendagri melalui nomor 900.1.1/1579/Keuda tanggal 5 Maret 2024. Dimana disebutkan  Dalam hal keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada angka 3, tidak diterbitkan sampai dengan 7 (tujuh) hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri, Gubernur menetapkan Qanun tentang APBA berdasarkan hasil penyempurnaan evaluasi.

“jadi disini pihak Pemerintah Aceh tidak boleh lagi beralasan tidak menerbitkan Qanun APBA dan melemparkan kesalahan kepada pihak legislatif semata. Namun dengan adanya petunjuk dari kemendagri dapat dijadikan dasar hukum untuk dapat menyegarakan pengesahan APBA TA 2024. Karena rakyat Aceh sudah cukup merana saat ini. Terlebih ramadhan dan idul fitri diambang mata. Sehingga banyak kebutuhan masyarakat yang harus segera dipenuhi. Jangan sampai ekonomi Aceh macet karena egoisme sektoral dari pihak elite di pemerintah Aceh” pungkas Indri kepada Nukilan, Selasa (06/3/2024).

Rakya Aceh saat ini berharap APBA 2024 dapat segera disahkan. Sehingga kisah pilu sehabis pemilu seperti yang dialami tenaga kontrak di lingkup Pemerintah Aceh tidak lagi menjadi sembilu. Semoga!

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News