Friday, September 20, 2024
1

Nasi Rp 50.900 per Porsi, MaTA Duga Pengadaan Makan Atlet di Aceh Di-Mark Up

NUKILAN.id | Banda Aceh – Pengadaan makanan untuk atlet dan kontingen Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Aceh sedang dalam sorotan tajam. Selain adanya keluhan mengenai ketepatan waktu pengiriman, kualitas makanan yang disediakan juga dianggap tidak memadai. Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mengungkapkan adanya dugaan mark up harga yang signifikan dalam kontrak pengadaan makanan tersebut.

Menurut Alfian, harga satuan untuk makanan yang disediakan mencapai Rp 50.900 per porsi, dengan total anggaran mencapai Rp 30,8 miliar. Sementara untuk snack, harga satuannya adalah Rp 18.900 per porsi, dengan total anggaran sebesar Rp 11,4 miliar. Dengan total anggaran pengadaan makanan dan snack mencapai Rp 42 miliar, Alfian menilai terdapat potensi mark up yang besar sejak tahap perencanaan.

“Jika kita lihat fakta di lapangan, harga makanan dan snack yang disediakan jauh melebihi standar harga di Aceh. Harga standar nasi di Aceh berkisar Rp 30 ribu per porsi, sementara snack biasanya dihargai sekitar Rp 10 ribu per porsi,” ujar Alfian dikutip dari DetikSumut, Kamis (12/9/2024).

Keluhan mengenai kualitas juga tidak kalah memprihatinkan. Banyak atlet mengeluhkan nasi yang disediakan tidak tepat waktu sesuai kontrak, bahkan ditemukan nasi basi dan sayur yang sudah berulat.

“Selain itu, pengiriman makanan yang tidak sesuai waktu yang telah disepakati dalam kontrak juga menjadi masalah,” tambah Alfian.

Pengadaan makanan ini menggunakan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Alfian meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk melakukan audit investigasi terhadap anggaran yang sangat besar ini.

“Mark up harga ini jelas terlihat dari perbandingan harga pasar dan harga kontrak. Kami juga khawatir adanya pengalihan uang ke kegiatan politik menjelang Pilkada. Pemenang tender pengadaan makanan ini adalah perusahaan yang beralamat di Jakarta, namun aktor-aktornya diketahui ada di Aceh,” tegas Alfian.

Proses tender yang dinilai tidak transparan juga menjadi perhatian. “Sistem tender yang digunakan melalui e-katalog memungkinkan terjadinya kejanggalan karena hanya perlu menunjuk perusahaan tanpa ada seleksi ketat,” ujar Alfian menutup pernyataannya.

Kasus ini menjadi contoh penting dalam pengawasan anggaran pemerintah dan perlunya transparansi dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa. Pengawasan ketat dan audit mendalam diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran negara.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img