Museum Tsunami Aceh: Jejak Memori dan Edukasi Bencana

Share

NUKILAN.id | Feature – Matahari siang itu, Sabtu, 16 November 2024, bersinar terik, menciptakan hawa gerah yang menyelimuti Kota Banda Aceh. Di depan Gedung Museum Tsunami, petugas keamanan tampak sibuk mengatur arus kendaraan yang keluar masuk dengan sabar dan profesional. Sementara itu, masyarakat antusias mengantri untuk memasuki museum, salah satu destinasi wisata favorit di Aceh.

Di deretan barisan antrian, seorang perempuan paruh baya terlihat sabar menanti. Sesekali ia membetulkan hijabnya yang diterpa angin sepoi-sepoi.

Ia adalah Uci, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Ulee Kareng, Banda Aceh. Saat ditanyai media ini Uci mengungkapkan ia datang bersama sejumlah kerabatnya asal Jawa Tengah yang sedang berlibur ke Aceh. Uci mengaku sengaja merekomendasikan Museum Tsunami sebagai destinasi prioritas yang harus dikunjungi keluarganya yang datang dari Semarang.

“Banyak opsi yang saya tawarkan kepada saudara saya Bang. Aceh ini kan banyak tempat wisatanya, tapi keluarga dari Jawa banyak yang bertanya tentang tsunami Aceh, makanya saya bawa kemari,” ucap Uci.

Menurutnya, kehadiran gedung Museum Tsunami ini telah banyak memberikan informasi penting tentang bencana maha dahsyat yang terjadi di penghujung tahun 2004 itu.

“Tempat ini kan juga sebagai sarana edukasi buat kami yang tidak pernah mengalami dan merasakan langsung bagaimana hebatnya kejadian itu,” tukas salah seorang kerabat Uci, Mbak Retno.

“Hal yang lain penasaran sih mas. Info yang kami dengar di luar sana, di museum ini banyak dipamerkan benda-benda peninggalan dari kejadian itu. Jadi kami ingin menyaksikan langsung,” tambah Mbak Retno.

Ungkapan yang sama disampaikan pengunjung lainnya, Zaki. Ia dan keluarganya mengaku sengaja memilih negeri Serambi Mekah, untuk melihat dan merasakan langsung suasana syariat yang ada di Aceh.

“Beda banget suasananya bang. Religius sekali. Tenang dan damai. Tidak ada kemacetan. Semua wanita yang saya lihat juga berjilbab,” terang Zaki yang mengaku berasal dari Medan, Sumatera Utara.

Terkait Museum Tsunami, Zaki menerangkan dirinya baru pertama sekali berkunjung ke tempat tersebut. Sebelumnya, ia sering mendengar tentang museum ini dari kolega dan sahabatnya yang pernah mengunjungi Museum Tsunami.

“Penasaran sih bang. Kabar yang saya dengar, di dalam banyak informasi yang menyajikan tentang fakta-fakta yang terjadi saat stunami Aceh,” kata Zaki.

Dikutip dari website museum tsunami, museum ini berdiri pada tahun 2008 tepatnya bulan Februari. Gedung ini merupakan buah karya Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Desain gedung yang ia buat berhasil memenangkan sayembara tingkat internasional pada tahun 2007 dalam rangka memperingati peristiwa tsunami tahun 2004.

Bukan hanya bentuk fisik yang sempurna, koleksi yang disimpan di dalam museum itu juga begitu lengkap. Museum Tsunami ini menyimpan sekitar 6.038 koleksi. Koleksi tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu koleksi etnografika, arkelogika, biologika, teknologika, keramonologika, seni rupa, numismatika dan heraldika, geologika, filologika, serta historika dan ruang audio visual.

Koleksi ini tidak dipamerkan secara serentak, ada beberapa yang nantinya diadakan dalam pameran temporer, jadi bagi pengunjung juga dapat menyaksikan semuanya secara bersamaan. Pengelola museum merotasi koleksi setiap enam bulan sekali. Dalam satu pameran, terdapat sekitar 1.300 koleksi yang tersebar di tiga titik, yaitu rumah Aceh, pameran temporer, dan ruang pameran tetap.

Saat memasuki ruangan museum, para pengunjung akan melewati sebuah lorong kecil dengan pencahayaan yang agak sedikit gelap. Suara gemericik air yang mengaliri dinding plus animasi suara saat bencana tsunami terjadi membuat pengunjung seakan sedang mengalami bencana maha dahsyat itu. Sungguh, lorong ini telah menghadirkan suasana yang begitu nyata hingga membuat emosi pengunjung campur aduk.

Selanjutnya, pengunjung akan menemui sebuah ruang yang bernama The Light of God. Di tempat berbentuk cerobong ini pengunjung akan melihat tulisan ratusan ribu nama korban dari bencana Tsunami Aceh.

Selanjutnya, pengunjung dapat menyaksikan sejumlah foto-foto sesaat peristiwa memilukan itu terjadi. Bukan hanya dokumentasi, pengunjung juga dapat menyaksikan sejumlah benda-benda peninggalan stunami yang dapat mendeskripsikan betapa hebatnya kejadian tersebut.

Jika pengunjung melihat ke bagian atas gedung, akan terlihat puluhan bendera negara-negara luar yang terlibat dan membantu Aceh ketika stunami terjadi. Bendera tersebut sengaja diperlihatkan sebagai bentuk ucapan terimakasih masyarakat Aceh kepada dunia internasional yang telah membantu mereka.

Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh, M. Syahputra Azwar, S.STP, M.Ec.Dev saat diwawancara melalui sambungan langsung menerangkan museum tsunami ini didirikan untuk mengenang kejadian tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 silam.

“Selain itu bangunan ini juga merupakan tempat evakuasi apabila terjadi bencana tsunami. Dan yang paling penting museum ini merupakan tempat edukasi bagi seluruh masyarakat serta pengunjung agar paham dengan bencana serta efek yang ditinggalkan sehingga ke depan mereka paham apa yang harus dilakukan apabila terjadi bencana gempa dan tsunami,” terang Putra.

Lebih lanjut Putra menjelaskan di dalam museum ini terdapat banyak sekali benda-benda peninggalan tsunami dan setiap isi bangunan memiliki filosofi yang menggambarkan berapa dahsyatnya bencana tsunami yang melanda Aceh.

“Seperti ada memorium hall, sumur doa, jembatan perdamaian serta audio visual yang menampilkan video tentang keadaan tsunami di Aceh,” jelas dia.

Ditambahkan Putra, pengunjung yang datang ke museum stunami berkisar 27.500 orang setiap bulannya. Kecuali hari Jumat, tempat ini buka setiap harinya dari pukul 09.00 s.d 16.00 WIB.

“Harga tiketnya sangat terjangkau. Untuk anak-anak Rp. 3000, dewasa Rp. 5.000, dan mancanegara Rp. 20.000. Pengunjung juga dapat membeli tiket dengan QRIS yang disediakan pada loket tiket sehingga lebih memudahkan pengunjung dalam bertransaksi dan tidak memakan waktu lama dalam pendaftaran,” ujar Putra.

Museum Tsunami Aceh terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda No 3, Gampong Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Posisinya tidak jauh dari Masjid Baiturrahman, sekitar 11 menit jika kalian berjalan kaki dan 1 menit ketika mengendarai kendaraan bermotor serta bersebelahan dengan Kompleks Makam Belanda (Kerkhof).

Penulis: Boim

spot_img

Read more

Local News