NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Suasana duka menyelimuti keluarga besar Arjuna Tamaraya (21), pemuda asal Desa Bunga, Kecamatan Salang, Kabupaten Simeulue, Aceh. Arjuna, yang dikenal santun dan bekerja sebagai nelayan di Sibolga, Sumatera Utara, tewas tragis setelah dikeroyok sejumlah orang di dalam Masjid Agung Sibolga pada Jumat (31/10/2025) dini hari.
Keluarga korban kini menuntut keadilan. “Kalau bisa hukuman mati,” ujar Kausar Amin, paman korban, dikuip dari Serambi pada Senin (3/11/2025). Ia mengatakan keluarga sangat terpukul atas peristiwa yang terjadi di tempat yang seharusnya menjadi rumah bagi ketenangan dan keselamatan.
Menurut Kausar, kabar kematian Arjuna pertama kali ia ketahui melalui media sosial. “Saya adik kandung dari ayah korban. Jenazah sudah kami semayamkan di Sibolga pada Sabtu kemarin. Keluarga dari Simeulue tidak ada yang berangkat ke Sibolga. Jenazah korban ditangani oleh keluarga yang di sini,” tuturnya.
Arjuna, anak kedua dari empat bersaudara dan seorang yatim, sudah lama bekerja sebagai nelayan di Sibolga. Ibunya tinggal di Simeulue, sementara dua saudarinya kini sedang menempuh pendidikan di Banda Aceh. “Dia memang sudah lama di Sibolga. Korban sendiri sebelumnya baru saja kembali dari laut setelah dua bulan lamanya. Lalu dia rencananya akan kembali berangkat pada Sabtu paginya,” kata Kausar.
Minta Izin Istirahat di Masjid
Sebelum kejadian, Arjuna sempat berhenti di halaman Masjid Agung Sibolga dan membeli nasi goreng dari seorang ibu penjual. Setelah makan, ia meminta izin untuk beristirahat di dalam masjid. “Ibu itu kemudian bilang bisa, karena kan ini rumah Allah, kata si ibu. Korban kemudian istirahat ke dalam masjid,” ujar Kausar.
Namun, tak lama setelah tertidur, seorang tukang sate yang berjualan di sekitar masjid datang dan mengusir Arjuna. Karena lelah, korban tidak menanggapi teguran tersebut. Diduga tersinggung, tukang sate itu memanggil empat temannya dan bersama-sama mengeroyok Arjuna hingga tak berdaya.
“Penyebab kematian itu akibat ada gumpalan darah akibat pukulan di belakang kepalanya. Dia juga dipukul pakai batok kelapa,” jelas Kausar.
Pengeroyokan Terekam CCTV
Kasat Reskrim Polres Sibolga AKP Rustam Silaban menjelaskan bahwa aksi keji itu terekam kamera CCTV masjid. Dalam rekaman, para pelaku terlihat memukuli korban di dalam masjid, lalu menyeret tubuh Arjuna keluar hingga kepalanya terbentur di anak tangga.
“Korban juga dipijak dan dilempar menggunakan buah kelapa oleh salah satu pelaku hingga mengalami luka parah di bagian kepala,” ujar Rustam.
Korban ditemukan tidak sadarkan diri oleh marbot masjid bernama Alwis Janasfin Pasaribu (23), yang saat itu melihat kerumunan warga melalui kamera pengawas. Arjuna sempat dibawa ke RSUD Dr. FL Tobing Sibolga, namun nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (1/11/2025) pukul 05.55 WIB akibat luka berat di kepala.
Empat Pelaku Telah Ditangkap
Polisi bergerak cepat menelusuri identitas para pelaku. Empat orang berhasil diamankan, yakni ZP alias A (57) dan HB alias K (46) yang ditangkap pada Jumat (31/10/2025) di sekitar lokasi kejadian. Sementara SS alias J (40) ditangkap keesokan harinya saat mencoba melarikan diri ke arah Pandan, Tapanuli Tengah.
“Pihak kepolisian mengatakan dalam waktu dekat akan dilaksanakan konferensi pers,” ujar Kausar.
Hingga kini, pihak keluarga masih menanti proses hukum berjalan. “Kemarin juga kami baru kembali dari Polres setempat menanyakan kelanjutan kasus ini. Pihak polisi kini sudah menangani dan sudah dibuat laporan,” katanya.
Musafir yang Tak Pernah Pulang
Menurut keluarga, seminggu sebelum kejadian, Arjuna sempat menghubungi pamannya dan adiknya di Banda Aceh, menyampaikan niat untuk kembali melaut. Siapa sangka, itu menjadi pesan terakhirnya.
“Biasanya, kalau tahu saya sudah pulang, dia pasti datang menemui. Tapi kali ini dia nggak sempat. Sembari menunggu kapal tempat ia bekerja berangkat, dia istirahat sebentar di masjid,” kata Kausar lirih.
Kini, jasad Arjuna telah dikebumikan di Sibolga. Di Aceh, keluarga dan kerabat hanya bisa berdoa agar keadilan ditegakkan dan pelaku dihukum setimpal. “Kami hanya ingin hukum berjalan seadil-adilnya. Anak itu tidak punya salah apa-apa,” tutup Kausar dengan nada berduka.

                                    




