Mungkinkah Swasembada Energi Terwujud di Indonesia?

Share

Nukilan.id – Presiden terpilih Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintahannya untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi ke depan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes-PDT), Yandri Susanto saat mengikuti kegiatan retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Dia mengatakan Presiden Prabowo memiliki visi untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi mengingat pasar dan sumber dayanya di Indonesia yang cukup besar. Yang harus dipikirkan sekarang adalah bagaimana mengolaborasikan potensi yang sudah ada. Selain itu, terkait swasembada pangan, Yandri menyebutkan hal ini menjadi penting mempertimbangkan situasi geopolitik dunia saat ini yang kian panas.

“Arahan Pak Presiden di Magelang kemarin, Indonesia harus swasembada energi ya. Karena hal ini kita masih impor minyak dari fosil dan itu tidak menentu,” ujar Yandri di Jakarta Selatan, dikutip Nukilan dari Detik, Senin (28/10/2024).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadia mengatakan swasembada energi bisa dicapai berbarengan dengan terwujudnya ketahanan energi nasional. Karena itu, kata Bahlil, kementeriannya akan menggencarkan Bahan Bakar Nabati (BBN) agar bisa dicampur dengan BBM. Dengan demikian diharapkan dapat menekan impor BBM ke depannya. Dia menambahkan, pemerintah akan menggencarkan penggunaan biodiesel dan bioethanol sebagai pengganti BBM.

Anggota Komisi XII DPR, Eddy Soeparno menyatakan optimis Pertaminan akan mampu mendukung pemerintah untuk mewujudkan target tersebut. Dia yakin Pertamina berkomitmen untuk menjaga ketahanan energi dan akan terus bertransformasi menjadi perusahaan minyak dan gas (migas) kelas dunia. Dia menyebutkan saat ini 62 persen produksi migas merupakan produksi dari Pertamina.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto menyatakan siap menindaklanjuti target swasembada energi yang diusung Presiden Prabowo, di antaranya dengan melakukan reaktivasi dan mengambil alih sumur migas yang nganggur. Saat ini, kata Dwi, pihaknya melihat terdapat sejumlah temuan berupa lapangan dan sumur migas yang belum dikembangkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Jadi hal inilah yang menjadi target dari SKK Migas ke depan.

Menggenjot Potensi Geotermal

Demi mewujudkan hal tersebut, pemerintah akan mendayagunakan pemanfaatan geotermal atau panas bumi dengan membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Indonesia diprediksi memiliki potensi sebesar 23.965,5 megawatt geothermal. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 9,8 persen yang baru terealisasikan. Indonesia mencoba untuk memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk membangun ketahanan energi dan mencapai swasembada energi.

Berdasarkan data dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Tahun 2021-2030, potensi panas bumi yang sangat besar di Indonesia yaitu sebesar 2.131 megawatt dan menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat yang mencapai 2.587 megawatt. Panas bumi ini tersebar di berbagai kepulauan, yaitu Pulau Sumatera sebesar 9.679 megawatt, Pulau Jawa 8.107 megawatt, Sulawesi 3.068n megawatt, Nusa Tenggara sebesar 1,363 megawatt, Maluku sebesar 1.156 megawatt, Bali 335 megawatt, Kalimantan 182 megawatt, dan Papua sebesar 75 megawatt.

Selain itu, sudah terdapat beberapa PLTP yang beroperasi di Indonesia, di antaranya PLTP Kamojang, Jawa Barat, PLTP Sibayak, Sumatera Utara, PLTP Lahendong, Sulawesi Utara, PLTP Ulubelu Lampung, PLTP Mataloko, Nusa Tenggara Timur, dan PLTP Muara Laboh, Sumatera Barat.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, dilansir Kompas, menyebutkan pemerintah harus melakukan dua hal untuk mewujudkan swasembada energi di Indonesia. Pertama, pemerintah harus mampu menarik investor asing pemilik teknologi untuk bekerja sama dengan perusahaan energi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam negeri.

Kedua yaitu dengan mengembangkan riset dalam negeri dengan melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan universitas-universitas Indonesia untuk memproduksi teknologi yang dibutuhkan. Namun, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang mengingat riset membutuhkan waktu yang lama dan anggaran yang besar.

Penolakan dari Masyarakat

Namun, rencana untuk mewujudkan swasembada energi ini mendapatkan hambatan dan penolakan dari masyarakat di berbagai daerah. Salah satunya dari warga Desa Batukuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten. Warga setempat protes dan menolak pembangunan PLTD di kawasan hutan lindung gunung Praksak, Desa Batukuwung.

Penolakan ini sudah mereka lakukan sejak 15 tahun lalu, tepatnya sejak megaproyek tersebut menjadi wilayah kerja panas bumi (WKP) Kaldera Danau Banten melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 0026K/30/MEM/2009 pada 15 Januari 2009 silam di mana PT Sintesa Banten Geothermal ditunjuk sebagai pelaksana proyek ini oleh pemerintah.

Warga mengatakan kehadiran PLTB ini akan mengancam kehidupan masyarakat di Padarincang dan rencana pembangunannya justru menyebabkan konflik dengan masyarakat. Proyek ini dinilai berisiko merusak alam dan menghilangkan mata pencaharian penduduk setempat yang bergantung dari alam dari bertani dan berkebun.

Proyek panas bumi ini pertama kali dimulai pada 2015. Namun, sejak 2018 menjadi mangkrak lantaran ditolak masyarakat yang membuat proyek tersebut terbengkalai. Akibatnya lubang bekas pengeboran untuk eksplorasi penuh dengan air layaknya danau buatan dan akses jalan menuju lokasi proyek juga dipenuhi semak belukar.

“Kita nggak minta apa-apa dari pemerintah. Kita mau hidup tenang, yang penting jangan diganggu,” ujar Eha Suhaeni, tokoh perempuan Padarincang, di Kampung Batuceper, Desa Citasuk, Padarincang, dikutip dari Mongabay, Rabu (19/6/2024).

Warga lainnya, Doifullah mengatakan tekad untuk melawan proyek geotermal di Padarincang ini semakin kuat setelah melihat proyek serupa di wilayah lain di Indonesia yang dinilai tidak memberikan keuntungan untuk warga, bahkan hanya membuat kerusakan yang luar biasa di lingkungan masyarakat.

“Seperti yang kita lihat di Mataloko, NTT, Flores, juga daerah Dieng. Semua areal pertanian dan lahan pertanian warga semua menjadi tidak produktif karena adanya proyek geotermal ini,” ungkap Doifullah, dilansir BBC, Rabu (9/10/2024).

Sejumlah warga lainnya juga menuturkan bahwa pada tahun 2016 lalu sempat terjadi banjir besar-besaran yang sebelumnya tak pernah terjadi di kawasan Batukuwung Cikoneng dan sekitarnya. Lawan sawah warga juga menjadi lahan tadah hujan lantaran tertutup dengan material yang dibawa banjir yang membuat sawah menjadi tidak produktif.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi bersama Gerakan Perempuan SAPAR (GRAPAS) menyatakan penolakan keras terhadap pembangunan PLTP di Padarincang, Banten. Dia menekankan perlindungan terhadap HAM seharusnya dilakukan pada tiga dimensi, yaitu hak untuk hidup aman, ha katas sumber kehidupan, dan hak untuk mengembangkan kehidupan.

“Dalam beberapa dekade terakhir, negara terlibat dalam perampasan ketiga hak tersebut. Ini terjadi, karena para pemimpin bangsa tidak lagi dibesarkan dengan pemahaman terhadap persoalan rakyat,” kata Zenzi Suhadi dalam keterangan resminya, Minggu (10/12/2023).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan WALHI ditemukan adanya potensi pencemaran air tanah dan kerusakan tanah akibat dari beroperasinya PLTP tersebut. selain itu, pembuangan air panas hasil proses pembangkitan listrik ke lingkungan sekitar juga bisa menyebabkan polusi termal yang berefek negatif pada ekosistem akuatik, salah satunya potensi terjadinya gempa bumi minor.

Selain di Padarincang, beberapa PLTP di daerah lainnya juga menyebabkan kasus pencemaran lingkungan. Seperti dugaan pencemaran air di lereng selatan Gunung Slamet akibat keberadaan PLTP Baturraden di Banyumas, Jawa Tengah pada Oktober 2017 lalu. Pencemaran air ini berdampak pada warga yang menggantungkan kebutuhan air bersih harian mereka dari sumber mata air dari Gunung Slamet.

Kasus lainnya yaitu kebocoran gas beracun di PLTP Sorik Marapi yang dioperasikan oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Akibat kejadian tersebut yang terjadi sejak 2021 hingga 2024, Walhi Sumatera Utara mencatat setidaknya lima orang warga tewas dan ratusan lainnya keracunan gas.

Karena itu, kebijakan untuk mewujudkan ketahanan energi dan swasembada energi di Indonesia ini perlu dipertimbangkan kembali apakah akan merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar atau tidak. Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto harus benar-benar memperhatikan berbagai aspek terutama terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebelum memutuskan untuk menjalankan berbagai proyek panas bumi di Indonesia. Atau, mungkin saja sumber daya yang ada di Indonesia saat ini memang belum siap untuk mewujudkan jalan panjang swasembada energi tersebut. ***

Reporter: Sammy

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News